Perjuangan Perempuan Merawat Rumah Pusaka, Warisan Budaya Para Leluhur

- 30 November 2022, 19:55 WIB
Sri Astuti, perempuan yang merawat Umeak Meno'o atau dalam Bahasa Indonesia Rumah Pusaka seorang diri
Sri Astuti, perempuan yang merawat Umeak Meno'o atau dalam Bahasa Indonesia Rumah Pusaka seorang diri /Ikobengkulu.com/Iman Kurniawan/

“Tahun 2016, beliau (Beril) datang ke Rejang Lebong sendirian dengan biayanya sendiri. Salut saya dengan  Ibu Beril,” imbuh Sri.

Pada saat ke Rejang Lebong, Sri mengajak Beril untuk melihat rumah adat yang berdiri di depan Rumah Dinas Bupati Rejang Lebong. Rupanya, Beril kurang begitu tertarik, karena rumah tersebut termasuk rumah baru. Maksudnya, rumah adat yang memang baru dibangun, menggunakan bahan bangunan yang baru.

Beril ingin melihat rumah kuno berusia tua, bangunan yang masih asli menggunakan bahan-bahan lama. Diajaklah waktu itu Beril ke sebuah rumah yang terdapat di Kelurahan Kesambe Baru, Kabupaten Rejang Lebong.

Rumah tersebut dibangun sekitar tahun 1901 Masehi atau 1322 Hijriah. Rumah itu awalnya milik Ali Jemun, yang kemudian diangkat sebagai Imam di masa Pesirah Pangeran Panjang pada tahun 1920.

Setelah Ali Jemun wafat, rumah kuno tersebut sudah berganti kepemilikan, dibeli oleh salah seorang pengusaha di Rejang Lebong. Sejak itu, rumah tersebut dibiarkan kosong.

Meski sudah berusia ratusan tahun, namun rumah tua tersebut masih berdiri kokoh. Banyak ukiran-ukiran dan ornamen asli menghiasi rumah yang kini jadi milik Sri Astuti itu. Tak hanya itu, rumah tua tersebut dibangun dengan konstruksi anti gempa. Karena terdapat sloop yang terbuat dari kayu mengelilingi bangunan.

Peralatan tradisional koleksi Umeak Meno'o yang sekarang sudah jarang orang menggunakannya
Peralatan tradisional koleksi Umeak Meno'o yang sekarang sudah jarang orang menggunakannya

Beril langsung tertarik dengan rumah tua itu dan mengajurkan agar Sri dapat membelinya. Karena, meski tampak kokoh, tapi rumah tua tersebut terkesan kurang terawat.

“Setelah melihat rumah tua di Kelurahan Kesambe Baru itu, Ibu Beril meminta saya untuk membelinya. Kata Ibu Beril waktu itu ‘tidak banyak orang yang mau mendedikasikan dirinya untuk merawat dan melestarikan kebudayaan, kalau bukan kita yang melakukannya, siapa lagi?’ kata Ibu Beril saat itu menguatkan batin saya,” ujar Sri mengisahkan.

Agar Sri bisa memiliki rumah kuno tersebut, Beril bersedia memberikan pinjaman uang tanpa bunga dan bisa dibayar atau dicicil kapan pun. Hal tersebut, semata-mata karena kecintaan Beril akan kebudayaan Tanah Air, yang saat ini semakin terkikis dilindas modernisasi.

Halaman:

Editor: Iman Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x