Mengenal Sosok Prof. Abdullah Siddik, Sang Diplomat Ulung Kepercayaan Soekarno dari Bengkulu

26 Oktober 2022, 16:26 WIB
Kakek artis Ashanty, Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, bersama Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno /

IKOBENGKULU.COM - Tepat 18 November 2022 nanti, Provinsi Bengkulu sudah menginjak usia 54 tahun. Usia yang tidak lagi muda, untuk ukuran umur manusia.

Kendati demikian, tidak banyak yang tahu kalau Bengkulu ini sebenarnya banyak melahirkan tokoh-tokoh besar, tokoh berpengaruh yang memiliki jasa terhadap bangsa Indonesia, baik itu pada masa pra kemerdekaan atau pun setelah kemerdekaan.

Selain Ibu Fatmawati Soekarno, Provinsi Bengkulu juga melahirkan tokoh hebat lainnya, salah satunya adalah Prof. Dr. H Abdullah Siddik, SH. Tidak banyak generasi muda yang mengenal tokoh hebat kelahiran Muara Aman, 13 Juni 1913 ini.

Baca Juga: Dilarang Tilang Manual dan Belum Ada ETLE, Satlantas Polres Rejang Lebong Lakukan Ini

Namun, akhir-akhir ini namanya mulai dikenal oleh masyarakat Bengkulu khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH ini adalah kakek kandung dari artis nasional, Ashanty istri dari Anang Hermansyah.

Semasa hidupnya, Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH kerap mendampingi presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Dia mendampingi Ir. Soekarno sejak masa pengasingannya di Bengkulu pada tahun 1938-1942, hingga Ir. Soekarno diberi amanah sebagai seorang Presiden pertama Republik Indonesia.

Baca Juga: Kisah Raja Sungai Lemau, Tuanku Pangeran Mangkuraja dan Perannya Dalam Syiar Islam di Bengkulu

Berkat kejujuran dan kecerdasannya, Prof. Dr. H. Abdullah Siddik lalu diangkat sebagai seorang diplomat kepercayaan Ir. Soekarno.

Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH, pada masa kanak-kanaknya hidup di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong. Dia merupakan putra dari pasangan H. Muhammad Saleh dan Mastifa.

"Makam H. Muhammad Saleh dan Mastifa ini berada di TPU Kelurahan Talang Rimbo Baru, Kecamatan Curup Tengah," ujar cucu dari Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH, Gangsar Sambodo.

Kakak pertama artis Ashanty ini melanjutkan, ketika menginjak usia remaja, Prof. Dr. Abdullah Siddik, SH melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Hukum Rechtshogeschool) di Batavia (Jakarta).

Baca Juga: BPOM Pastikan 23 Obat Sirup Anak Ini Aman Dikonsumsi, Sudah Tahap Diuji

Saat menjadi mahasiswa, kakek kandung Ashanty ini aktif diberbagai organisasi kepemudaan, di antaranya pada tahun 1934 diangkat sebagai salah satu Ketua Komite di Kongres Jong Islamieten Bond (JIB) bersama almarhum Haji Agus Salim.

Kemudian, beliau juga ikut serta dalam pembentukan Perkumpulan Pemuda Islam (Studenten Islam Studie Club) dan dipilih sebagai ketua sejak tahun 1937 - 1938.

"Selanjutnya, pada 1939, beliau mendirikan Persatuan Dagang Bumi Putera," kata Gangsar.

Pada 23 Agutus 1945, bersama Dr.A.K. Gani, mengambil alih pemerintahan di Bengkulu dari penjajah Jepang. Pada waktu itu, Dr.A.K. Gani mengambil alih pemerintahan sipil, sedangkan Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH mengambil alih bagian Hukum.

Baca Juga: Zikir Akbar Thoriqoh Naqsabandiyah Ukir Sejarah, Moeldoko, Kepala Daerah hingga Kepala Desa Bakal Hadir

Setelah lulus kuliah pada tahun 1938, Abdullah Siddik lalu kemudian menjadi seorang pengacara pada Pengadilan Tinggi (Hooggerechtshof) di Palembang.

Pada 22 Maret 1946 menjabat Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Sumatera Selatan dan merangkap ketua Mahkamah Tentara untuk seluruh Sumatera, dengan pangkat Kolonel.

"Karena dedikasinya yang sangat tinggi ketika mengemban amanah, pada tahun 1947 beliau ditunjuk oleh Hatta selaku Kepala Pemerintahan Sumatera, sebagai Wakil Gubernur Sumatera," ungkap Gangsar.

Dia melanjutkan, pada tahun 1948 Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH diangkat oleh Presiden Republik Indonesia, Ir Soekarno menjadi Pemimpin Sekretariat Pusat di Bukittinggi.

Baca Juga: Kabar Baik, Visa Umrah Haji Jemaah Indonesia Berlaku 90 Hari

Kemudian, pada tahun 1950 dia diangkat sebagai Wakil Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir. Lalu tahun 1951, diangkat sebagai Wakil Duta Besar dan Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk Philipina, 1955 diangkat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Thailand dan 1957, diangkat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Burma (Nyanmar).

"Beliau juga pernah memimpin delegasi Indonesia pada konferensi UNECAFE (United Nations Economic Commission for Asia and the Far East)," cerita Gangsar kepada Ikobengkulu.com.

Di samping itu, Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH juga turut berperan dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1947 beliau diangkat menjadi Rektor Akademi Pamongpraja dan Administrasi di Bukittinggi.

Pada tahun 1961 Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH diangkat sebagai Rektor pertama Universitas Ibn Khaldun di Bogor. Pada tahun 1963, mengajar mata kuliah Islamologi di Institute Pertanian Bogor (IPB) dan 1972 hingga 1978 beliau mengajar di Fakultas Hukum University of Malaya di Kuala Lumpur.

Baca Juga: Doakan Bangsa dan Negara, 15 Ribu Jemaah Thoriqoh Naqsabandiyah akan Hadiri Zikir Akbar di Bengkulu

Pada ketiga Perguruan Tinggi tersebut, beliau memberikan kuliah Hukum Adat dan Hukum Islam. Sebelum itu, pada tahun 1969 sampai 1972 beliau mengadakan riset mengena Islam di antaranya di Mekah dan Madina selama satu tahun dan di Institute of Islamic Studies of MacGill University di Montreal, Canada.

Sebagai seorang tokoh yang multi talenta, baik sebagai pakar hukum, pemerintahan dan pendidikan, sudah banyak pula karya ilmiah yang ditulis Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH dan hingga kini masih dibaca dan menjadi rujukan di berbagai Perguruan Tinggi.

"Antara tahun 1967 hingga 1996, tercatat sudah 13 judul buku yang ditulis oleh beliau. Salah satu bukunya terdiri dari 3 jilid," kisah Gangsar.

Buku pertama yang terbit pada tahun 1967 adalah Islamologi, yang menjadi buku pelajaran (textbook) dalam mata pelajaran Agama Islam di semua Universitas dan Institut Negeri di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Gubernur Bengkulu Berkolaborasi dengan Artis Nasional Ashanty Guna Mewujud 18 Program Strategis

Kemudian buku tersebut juga diterbitkan di Malaysia dengan judul Inti Dasar Islam. Karena banyaknya permintaan akan buku ini di Malaysia maka edisi pertama disusul dengan edisi kedua.

Kemudian buku berjudul Iman, Ilmu, Amal dalam bahasa Inggris. Buku ini adalah Collection of Lectures, Speechesand Talks in Radio Television Malaysia (RTM) Kuala Lumpur.

Buku yang terdiri dari tiga jilid tersebut merupakan urain mengenai berbagai masalah agama yang beliau berikan tiap dua minggu atas permintaan para pendengar Radio Television Malaysia.

Buku Sejarah Bengkulu 1500 - 1990 dan Hukum Adat Rejang karya Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH

Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH memang produktif dibidang tulis-menulis. Bukan hanya buku tentang agama saja yang dia tulis, tetapi juga sejarah, kebudayaan dan istiadat Bengkulu.

Seperti buku dengan judul Sejarah Bengkulu 1500 - 1990 Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1996, dan buku Hukum Adat Rejang Penerbit Balai Pustaka, Jakarta 1980.

Hingga kini kedua buku tersebut masih menjadi rujukan mahasiswa, dosen atau pun para sejarawan dalam membuat karya ilmiah.

Baca Juga: KNPI Provinsi Bengkulu Dukung Kakek Ashanty Prof. Abdullah Siddik Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional

Berikut ini buku-buku karangan Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH: 1. Islamologi, Penerbit Tinta Mas, Jakarta, 1967, 2. Hukum Perkawinan Islam Penerbit Tintamas, Jakarta, 1968, 3. Inti dasar Islam, Penerbit Pustaka Antara, Kuala Lumpur, 1969, 4. Pengantar Undang-undang Adat di Malaysia Penerbit Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 1975, 5. Islam dan Ilmu Pengetahuan Penerbit Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1976, 6. Iman, Ilmu, Amal, Part I, Part II, Part III, Bogor,1980, 7. Hukum Adat Rejang Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1980, 8. Asas-Asas Hukum Islam, Penerbit Widjaya, Jakarta, 1982, 9. Islam dan Filsafat Penerbit PT. Triputra Masa, Kuala Lumpur, 1984, 10. Hukum Waris Islam Penerbit Widjaya, Jakarta, 1984, 11. The Teaching of Islam Penerbit Advance Publising Co. Ltd., Bangkok,1986, 12. Inti Dasar Hukum Dasar Islam Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1993, 13. Sejarah Bengkulu Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1996, 14. Hukum Adat Rejang Penerbut Balai Pustaka, Jakarta 1980.

Silsilah Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH

Kakek buyut Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH dari garis ibunya Mastipa, seorang berdarah Inggris beragama Islam bernama Edward Coles, Sr dikenal oleh kalangan penduduk asli sebagai "Master Badar".

Ia lahir di Bencoolen pada 23 Desember 1736 dan pernah menjabat sebagai gubernur terakhir Benteng Marlborough Bencoolen (Bengkulu), pada 14 Oktober 1781 hingga 28 Februari 1785.

Master Badar lalu menikah dengan seorang Putri Silebar, salah satu keturunan mantan penguasa Pangeran Ing Alaga Kerajaan Silebar.

Baca Juga: 8 Cara Hidup Sehat Ala Rasulullah, Terbukti dan Mudah Dipraktekkan Sehari-hari

Master Badar lalu melahirkan anak bernama Coles, Jr dengan nama muslimnya, Abdul Muthalib, juga menikah dengan salah satu putri Kerajaan Silebar dan dikenal di kalangan penduduk asli sebagai Tuan Skaut. Istrinya, bernama Putri Jenina dari Kerajaan Silebar.

Pernikahan Abdul Muthalib Putri Jenina dari Kerajaan Silebar ini melahirkan anak bernama Matnasir yang kemudian menikah dengan Sare'a. Dari pernikahan mereka, kemudiah dikaruniai anak bernama Mastifa dan menikah dengan H. Muhammad Saleh yang merupakan orang tua kandung dari Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH.

Sedangkan leluhur Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH dari garis ayahnya, H. Muhammad Saleh, neneknya bernama Nelemat adalah keturunan dari Pagar Ruyung Pangeran Raja Chalippa, penguasa kerajaan kecil Duayu dekat Manna Bengkulu Selatan.

Prof. Dr. H. Abdullah Siddik, SH menikah dengan Sutimah Siddik. Ibu Sutimah, yang bernama Juhariah adalah anak dari Lous de Buys, orang Prancis berkewarganegaraan Belanda, dikenal oleh penduduk asli sebagai "Pak Loewis, seorang Eurasia, beliau bekerja sebagai pejabat Departemen Kereta Api Pemerintah Jakarta.

Baca Juga: 6 Cara Ampuh Menurunkan Demam pada Anak Secara Alami, Bisa Dilakukan di Rumah

Saat bertugas ke Bogor Lous de Buys menikah dengan Sayamah dari Desa Jembatan Merah, Bogor.

Sedangkan leluhur Sutimah Siddik dari pihak ayahnya, Mahadi adalah keturunan Pangeran Pagar Ruyung, Depati Cap gelar Depati Alam, penguasa kerajaan kecil Anak Gumai, desa Tanggo Raso, dekat Manna. Beliau lahir di Desa Pino pada 21 September 1899.

Dari pernikahannya, dengan Sutimah Siddik dikaruniai 9 orang anak. Salah satunya adalah Farida Siddik putrinya yang keempat dan menikah dengan Dr Soetjahjo Hasnoputro.

"Dari pernikahan itu lalu dikaruniai anak yakni Ashanty dan saya (Gangsar Sambodo), serta adik-adik saya lainnya," pungkas Gangsar.***

Editor: Iman Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler