Asal-usul Keturunan Sultan Bangkalan Madura, Panembahan Cakraningrat IV di Bengkulu

- 12 November 2022, 13:46 WIB
Asal-usul Keturunan Sultan Bangkalan Madura, Panembahan Cakraningrat IV di Bengkulu
Asal-usul Keturunan Sultan Bangkalan Madura, Panembahan Cakraningrat IV di Bengkulu /

IKOBENGKULU.COM - Banyak keturunan Panembahan Cakraningrat IV yang tersebar di Provinsi Bengkulu.

Para keturunan Panembahan Cakraningrat IV itu, ada yang menyematkan gelar Raden di awal namanya dan ada pula yang tidak. Nasab mereka tersambung hingga hingga ke Panembahan Cakraningrat IV penguasa Bangkalan di Madura.

Panembahan Cakraningrat IV nama kecilnya Raden Djoerit merupakan anak dari Panembahan Cakratningrat II bin Cakraningrat I keturunan dari Sampean Dalem Ingkangsinuwun, Prabu Brawijaya Ing Majapahit. Selain itu, berdasarkan silsilah, nasab mereka juga tersambung hingga ke Sunan Giri dan Sunan Ampel.

Baca Juga: Camat Sindang Dataran Berikan Respon Terkait Jalan Rusak

Bagaimana asal-usul anak keturunannya sampai saat ini banyak tersebar di Provinsi Bengkulu?

Disadur dari laman Madura City, kehadiran kaum elite pribumi keturunan Madura di Bengkulu pada abad ke 18 ini, tidak lepas dari latar belakang situasi politik di wilayah Madura pada waktu itu.

Panembahan Cakraningrat IV, penguasa dari Kesultanan Bangkalan di Madura mempunyai empat orang anak. Namun, yang diketahui namanya hanya tiga orang, yaitu Raden Surodiningrat (anak tertua), Raden Ranadiningrat (anak ketiga), dan Raden Tumenggung Wirodiningrat (anak keempat).

Menurut catatan Broek, Ranadiningrat dan Wirodiningrat lahir dari istri yang berbeda, yakni Ranadiningrat dari ibu bernama Nyai Tengah dan dari ibu bernama Nyai Magih, keduanya berasal dari Banyu Sanka.

Baca Juga: Polda Bengkulu Resmi Tetapkan Dua Tersangka OTT Dispendik BU Terkait Fee Proyek

Pada saat terjadi perang antara Cakraningrat IV dengan Kompeni Belanda, anaknya yang bernama Raden Temenggung Wirodiningrat, bersama keponakannya bernama Raden Sang Nata (anak Raden Ranadiningrat) berangkat ke Bengkulu, untuk meminta bantuan kepada Kompeni Inggris.

Namun sayangnya, permohonan mereka terhadap Kompeni Inggris ditolak dan karena situasi politik di Bangkalan sedang tidak baik-baik saja, maka mereka diperintahkan untuk tidak kembali ke Bangkalan, Madura. Hingga akhirnya Raden Temenggung Wirodiningrat, bersama keponakannya bernama Raden Sang Nata menetap di Bengkulu.

Sedangkan Panembahan Cakraningrat IV pada waktu itu ditawan oleh Kompeni Belanda dan selanjutnya dibuang ke Tanjung Harapan, lalu di buang ke di Afrika Selatan. Diera kemerdekaan, berdasarkan hasil perundingan, jasad Cakraningrat IV dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Bangkalan Madura.

Kehadiran Raden Temenggung Wirodiningrat, bersama keponakannya bernama Raden Sang Nata mendapat sambutan terhormat di kalangan elite pribumi Bengkulu. Hingga akhirnya, mereka menjalin hubungan kekerabatan dengan menikahi salah satu anak dari bangsawan pribumi Bengkulu.

Baca Juga: Konser We All Are One Kpop Ditunda, Diduga CEO Park Jai Hyun Bawa Kabur Uang Ribuan Penonton

Raden Temenggung Wirodiningrat menikah dengan Siti Juriyah anak pasangan Daeng Makulle bin Daeng Mabella bin Daeng Makrupa (Keturunan Sultan Wajo) dan Datuk Nyai bin Tuanku Pangeran Mangkuraja (Raja ke-13 Kerajaan Sungai Lemau, keturunan Raja Sungai Serut Ratu Agung, serta Sultan Banten Sultan Agung Tirtayasa).

Sedangkan, Raden Sang Nata menikah dengan Sa’diah juga keturunan Bangsawan Kerajaan Sungai Lemau atau kakak perempuan dari istri Raden Temenggung Wirodiningrat, Siti Juriah.

Oleh Tuanku Pangeran Mangkuraja, mereka mendapat tempat tinggal, yaitu di kampung Tengah Padang. Berikut isi petikan dalam Naskah Melayu tentang posisi elite keturunan Madura.

Maka datang doea orang radja dari Madoera di gelar Radhen Temenggoeng Wiro Diningrat, di gelar Radhen Sangnata menoedjoe kepada toeankoe Soengai Lemaoe dan Daeng Maroepa, maka di lihat roepa orang patoet patoet, maka toeankoe terima dengan patoet poela, maka dikoerniai tempatnja tinggal di kampoeng Tengah Padang, lama-lama Temenggoeng Wiro Diningrat, dan Radhen Sangnata beristri dan beranak di Bangkahoeloe.

Dikutip dari kopicurup.id, Raden Temenggung Wirodiningrat dikenal sebagai seorang cendekia yang dapat menghargai orang lain.

Baca Juga: Pelopor Jargon Hobah, Liona Beibby Rilis Lagu Baru

Dia juga pakar dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan bahasa, Keislaman dan kebudayaan daerah banyak suku di Bengkulu serta fasih dalam banyak faham keagamaan dari berbagai bangsa (W.Marsden, 1782) dan, (Wink, 1924).

Raden Temenggung Wirodiningrat wafat tahun 1792 dimakamkan di Pekojan Tengah Padang.

Sementara menurut silsilah keturunan Raden Temenggung Wirodiningrat di Bengkulu, anak dari Raden Temenggung Wirodiningrat dengan Siti Juriyah berjumlah 9 orang. Adapun kesembilan orang anaknya, yaitu:

- R. Tawang Alun,
- R.T. Aria Djanaka (R, Nakaningrat),
- R. Demang Soeratama,
- R.A. Boengsoe,
- R. Mohamad Zein.
- R.A. Rasmi.
- R.A Abdul Karim,
- R.A. Sridjati (Ratoe Anom), dan
- R.T. Abdul Rahman (R.T. Adiningrat).

Baca Juga: Kisah Masuknya Suku Bugis ke Bengkulu dan Daeng Mabella yang Gagah Berani

Sementara Raden Sang Nata sendiri mempunyai anak yang bernama R.A. Ratna Setaman yang kemudian menikah dengan Daeng Mudo bin Daeng Makrupa II bin Daeng Makulle, memilki anak Daeng Adi Moelia yang menikah dengan Raden Mas Ayu. Di samping itu, melalui perkawinan antar klan semakin memperkuat posisi mereka.

Menurut catatan J. Kathirithamby-Wells dan Mohamed Yusoff Hashim, anak keturunan bangsawan Madura yang bernama Raden Anom Zainal Abidin pada tahun 1810 menikah dengan Puteri Halimah Utama, putri keempat Sultan Khalifatullah Inayat Syah dari Muko-Muko.

Oleh karena Raden Anom itu cucu Pangeran Sungai Lemau dan Kapten Bugis Daeng Makulle, maka bertemulah keluarga elite pribumi baik dari keturunan Bugis, Madura, Mukonuko, maupun Sungai Lemau di Bengkulu.***

Editor: Iman Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x