Inilah Syarat-Syarat Sah Salat Yang Wajib Kamu Ketahui

- 21 Mei 2022, 13:41 WIB
Tata cara salat sunah malam lailatul qadar dan keutamaannya. Lailatul qadar merupakan malam penuh kemuliaan di Bulan Ramadan yang lebih baik dari seribu bulan. (Foto: Pixabay/syaifulptak5)
Tata cara salat sunah malam lailatul qadar dan keutamaannya. Lailatul qadar merupakan malam penuh kemuliaan di Bulan Ramadan yang lebih baik dari seribu bulan. (Foto: Pixabay/syaifulptak5) /

IKOBENGKULU.COM –  Salat merupakan salah satu ibadah yang dikerjakan umat Islam. Salat juga, tidak hanya sekadar melakukan gerakan dan bacaan tertentu tanpa ada persiapan terlebih dahulu yang menjadi keabsaahannya. Karena pada dasarnya salat seseorang tidak akan sah apabila tidak memperhatikan syarat sah salat.

Dikutip IKOBENGKULU.COM dari buku Panduan Shalat Lengkap Sesuai Tuntunan Rasulullah Saw. karangan Ali Abdullah, Sabtu 21 Mei 2022, memaparkan beberapa syarat sah salah. Berikut penjelasanya.

  1. Suci dari Hadas dan Najis

Salat adalah ibadah untuk menyembah Allah SWT. Dengan kata lain, salat adalah ritual untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah SWT. sebagai bentuk pengabdian dan ketundukan serta ketaatan kepada-Nya.

Perlu diketahui bahwa, untuk menghadap Allah tidak hanya membutuhkan hati yang suci, tetapi juga tubuh yang suci dari hadas dan najis.

Baca Juga: Inilah Kriteria Orang-Orang Yang Wajib Melaksanakan Salat

Hal ini sebagimana firman Allah dalam penggalan surah Al-Ma’idah ayat 6, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu ingin menunaikan salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai siku dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai ujung jari kaki, dan jika kamu junub maka mandilah”. (QS Al-Ma' idah: 6)

Hadas merupakan suatu keadaan tidak suci pada tubuh seorang Muslim karena beberapa sebab. Seseorang yang berhadas tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah, seperti misalnya salat, tawaf, dan lain sebagainya.

Hadas terbagi menjadi dua macam, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Seperti diketahui bahwa hadas besar disebabkan beberapa hal, yakni haid, melahirkan, nifas, keluarnya air mani, dan bersetubuh. Cara menyucikan diri dari hadas besar adalah dengan mandi wajib atau mandi besar.

Sedangkan hadas kecil berupa buang aingin atau kentut, buang air kecil, buang air besar, tidur, dan lain sebagainya. Adapun cara bersuci dari hadas kecil hanya dengan  berwudu.

Baca Juga: Pengertian Salat, Sejarah Salat dan Salat Lima Waktu

Dalam mazhab Syafi'i, najis dibagi menjadi tiga, yaitu najis ringan (mukhaffafah), najis berat (mughalazhah), dan najis sedang (mutawasithah). Kotoran ringan adalah najis urin bayi laki-laki yang berusia kurang dari dua tahun dan bayi tersebut belum pernah makan atau minum selain air susu ibu (ASI).

Namun berbeda halnya, apabila bayi laki-laki tersbeut sudah minum air putih atau air susu selain ASI, maka air kencingnya sudah bukan termasuk lagi najis ringan, melainkan najis sedang.

Najis ringan bisa dihilangkan dengan memercikkan air suci untuk menyucikan pada bagian yang terkena najis.

Najis berat berasal dari anjing dan babi, serta segala sesuatu yang muncul dari keduanya. Seperti misalnya, air liur, kotoran, air seni, bulu, bagian-bagian tubuhnya, dan segala sesuatu yang berasal darinya.

Baca Juga: Hukum Salat Witir dan Keutamaannya

Najis berat bisa dihilangkan dengan membasuhnya menggunakan air suci tujuh kali, salah satunya dengan debu murni. Ada baiknya, zat najis sudah dihilangkan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yang artinya: “Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, dan babi”... (QS Al-Ma’idah: 3)

Babi diharamkan untuk dimakan, maka itu merupakan tanda bahwa babi itu najis. Sementara itu, dalil tentang kenajisan anjing sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Jika anjing meminum pada wadah salah satu dari kalian maka basuhlah sebanyak tujuh kali”. (HR Bukhari)

Najis sedang berupa darah, nanah, muntahan, kotoran manusia, kotoran hewan, air seni, bangkai, minuman keras, dan lain sebagainya. Najis sedang bida dihilangkan dengan cara mencucinya menggunakan air bersih untuk mensucikan tempat yang terkena kotoran sampai tidak ada warna, rasa, dan baunya.

  1. Menutup Aurat Menggunakan Pakaian Yang Suci

Sepeti diketahui bahwa ketika seseorang henda melaksanakan salat, wajib hukumnya untuk menutup aurat. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid (hendak melakukan salat atau ibadah lainnya)”... (QS Al-A’raf: 31)

Baca Juga: Ini Dia Penghuni Neraka Yang Membuat Malaikat Malik Bingung

Aurat bagi laki-laki adalah dari pusar sampai lutut. Hal itu sebagaimana riwayat berikut: “Di atas kedua lutut itu termasuk aurat dan di bawah pusar itu termasuk aurat”.  (HR Daruquthni dan Baihaqi)

Oleh karena itu, apabila ada seorang laki-laki hendak melaksanakan salat, maka ia harus menutupi aurat tersebut dengan pakaian yang suci. Hendaklah mulai menutupi aurat dari atas pusar sampai di bawah lutut.

Mudahnya, berpakaian yang rapi sebagaimana pakaian biasa seperti kemeja atau kaus dan celana panjang karena pakaian tersebut telah menutupi aurat, bahkan sopan.

Biasanya, masyarakat di Indonesia mengenakan baju koko dan sarung ketika shalat serta ditambah peci. Itu pun sudah cukup dan lebih baik.

Baca Juga: Hati-Hati! Inilah 10 Kesalahan Wudhu Yang Wajib Kamu Tahu

Sementara itu, aurat bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah. Hal itu mengacu pada ayat Al-Quran berikut ini, yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang beriman supaya kalian beruntung”. (QS An-Nur: 31)

Oleh karena itu, pakaian yang bisa menutupi aurat perempuan saat salat salah satunya adalah dengan rukuh atau mukena. Rukuh atau mukena tersebut memang dirancang untuk shalat bagi kaum perempuan. Jadi, harus dipilih juga yang tidak transparan sesuai fungsinya untuk menutupi seluruh rubuh, kecuali telapak tangan dan wajah.

Baca Juga: Astagfirullah! Inilah 3 Perbuatan Yang Membuat Allah Murka

  1. Salat Pada Tempat Suci

Tempat yang digunakan untuk melaksanakn salat tentu harus bersih dan suci dari segala macam kotoran dan najis. Oleh seba itu, tempat untuk salat harus dibersihkan dan disucikan dahulu agar salat tidak terbebani dengan menghindari najis.

Biasanya, untuk mengantisipasi kotoran dan najis tersebut, seseorang akan menggunakan sajadah saat hendak melaksanakan salat. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa sajadah yang digunakan harus suci dari najis.

Bukti dari ini adalah bukti qiyas. Dahulu, ada seorang Arab Badui yang buang air kecil sembarangan di Masjid. Sebelum hendak salat, Nabi Muhammad SAW membersihkan dan memurnikannya. Atas hal yang dilakukan Rasulullah SAW tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa tempat salat harus selalu suci.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Seorang Arab Badui pernah masuk Masjid, lalu dia kencing di salah satu sisi Masjid. Lalu para sahabat menghardik orang ini. Namun, Nabi Muhammad SAW melarang tindakan para sahabat tersebut. Takala Badui tadi telah menyelesaikan hajatnya, Rasulullah SAW lantas memerintahkan para sahabat untuk mengambil air, kemudian kencing itu pun disiram”.  (HR Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Apa Itu Sleep Paralysis Atau Ketindihan? Ini Penjelasan dan Pecegahannya Menurut Medis dan Syariat Islam

  1. Mengetahui Masuknya Waktu Salat

Salat fardu lima waktu telah ditentukan waktu-waktunya. Oleh karena itu, salat itu memang sudah seharusnya dikerjakan sebagaimana waktunya, tidak saling tertukar waktunya. Sudah seharusnya salat Subuh dikerjakan pada waktunya, bukan pada waktu salat Zuhur, 'Asar, Magrib, atau Isya. Bukan pula sebaliknya, yakni salat yang lain dikerjakan pada waktu yang tidak semestinya. Allah berfirman: “...Sesungguhnya, salat adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS An-Nisa: 103)

Oleh karena itu, orang yang hendak mengerjakan salat sudah selayaknya mengetahui masuknya waktu salat. Pengetahuan tentang waktu salat ini menjadi syarat keabsahan salat seseorang. Seseorang harus mengetahui bahwa ketika hendak mengerjakan salat, ia mengetahui bahwa waktu memang sudah masuk waktu salat.

  1. Menghadap Kiblat

Kiblat yang dimaksud dalam hal ini adalah arah Ka'bah yang berada di Masjidilharam, Tanah Suci Mekkah Al-Mukarramah. Menghadap kiblat bukan berarti menyembah Ka'bah atau batu hitam (Black Stone) yang ada di dalamnya, melainkan hanya membakukan dan menyatukan arah salat.

Baca Juga: Astagfirullah! Inilah Ciri-Ciri Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga, Bahkan Haram Masuk Surga

Karena tidak mungkin, jika dalam salat berjamaah imam menghadap ke arah barat, sebagian makmum menghadap ke timur, sebagiannya lagi menghadap ke selatan dan utara. Oleh karena itu, menghadap ke arah kiblat menjadi penyeragaman dalam salat.

Sebagaimana firman dalam surah Al-Baqarah ayat 144, yang artinya: “Sungguh, Kami (sering) melihat mukamu mengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu  ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam”... (QS Al-Baqarah: 144)

Bagi umat Islam di sekitar Masjidilharam, akan menghadap bentuk fisik Ka'bah secara langsung. Namun berbeda halnya bagi umat Islam yang jauh dari Masjidilharam. Mereka cukup menghadap ke arah Ka'bah.

Perlu diketahui bahwa seorang Muslim boleh tidak menghadap kiblat ketika dalam dua kondisi ini, yaitu (1) kekhawatiran yang sangat akut karena berada pada kondisi yang terancam, misal dalam kondisi perang, (2) salat sunah dalam perjalanan di atas kendaraan yang tidak tetap karena terkadang kendaraan tersebut menghadap kiblat dan terkadang tidak disebabkan kendaraan itu mengikuti arah jalan, bukan arah salat.

Baca Juga: Cek Diri Kamu, Inilah Ciri-Ciri Jika Kamu Memiliki Khodam Pelindung

  1. Mengetahui Hal-Hal Rukun Salat Fardu dan Sunah

Seseorang yang hendak melaksanakan salat hendaklah mengetahui yang menjadi rukun salat dan yang merupakan sunah dalam salat. Artinya, rukun salat yang hukumnya fardu dan tidak boleh ditinggalkan karena jika ditinggalkan maka salatnya tidak sah. Sementara itu, hal-hal yang sunah bisa ditinggalkan, tetapi akan menjadi tambahan pahala yang tidak sedikit jika dikerjakan.

Dengan demikian, jangan sampai seseorang yang salat tidak mengetahui yang fardu dan yang sunah karena dikhawatirkan yang fardu justru ditinggalkan karena dianggap sunah. Sebaliknya, yang sunah justru dianggap fardu. Jika demikian yang terjadi maka salat tidak sah karena telah meninggalkan fardu. ***

Editor: Ade Julian

Sumber: Buku


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x