Inilah Kriteria Orang-Orang Yang Wajib Melaksanakan Salat

- 20 Mei 2022, 19:06 WIB
Potret orang yang mengqodho shalat
Potret orang yang mengqodho shalat /Pixabay/

IKOBENGKULU.COM – Salat merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat Islam, terutama salat fardu. Secara garis besar, orang yang diwajibkan dan dibebankan untuk mengerjakan salat adalah “Mukalaf”.

Mukalaf sendiri diartikan sebagai orang yang sudah dewasa dan wajib menjalankan hukum agama. Dapat dijelaskan lebih rinci, bahwa kata Mukalaf berasal dari bahasa Arab “Mukallaf”, yang berarti “yang dibebani”. Sedangkan secara istilah, Mukalaf adalah orang yang telah dibebani untuk menanggung dari semua perbuatan dan hukum yang telah berlaku baginya.

Dikutip IKOBENGKULU.COM dari buku Panduan Shalat Lengkap Sesuai Tuntunan Rasulullah Saw. karangan Ali Abdullah, Jumat 20 Mei 2022, menjelaskan bahwa orang Mukalaf telah terbebani dengan mengerjakan salat. Berikut ini terdapat tiga ketentuan Mukalaf menurut Fikih dan syaria.

Baca Juga: Pengertian Salat, Sejarah Salat dan Salat Lima Waktu

  1. Muslim/Beragama Islam

Seseorang yang beragama Islam ditandai dengan dirinya sudah pernah membaca dua kalimat syahadat, sebagai kesaksian bahwa ia hanya beribadah kepada Allah SWT. dan menyatakan bahwa Allah SWT. hanya Tuhan yang mengatur seluruh alam semesta dan dia mengakui bahwa Muhammad SAW. adalah Nabi dan Rasul Allah SWT. bahwa tidak ada nabi atau rasul setelahnya.

Apabila ada seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat, berarti ia telah masuk agama Islam. Sebab, kedua kalimat tersebut merupakan dua kesaksian yang merupakan inti ajaran akidah Islam. Dengan demikian, dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang akidah Islam yang membuka jalan akidah, syariat, dan ajaran Islam secara utuh.

Seseorang yang beragama Islam dibebankan untuk beribadah sesuai syariat Islam, salah satunya adalah salat. Selain itu, juga sudah terkena berbagai pembebanan yang menjadi tanggung jawab individual, seperti pahala dan dosa.

Baca Juga: Hukum Salat Witir dan Keutamaannya

Dalam riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. mengirim Mu'adz untuk pergi ke Yaman. Rasulullah Saw.  memerintahkan Mu'adz: “Ajaklah mereka (penduduk Yaman) untuk bersaksi (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku (Nabi Muhammad SAW.) Adalah utusan Allah. Jika mereka taat (masuk Islam) maka katakan kepada mereka bahwa memang Allah telah mewajibkan atas mereka (yang telah masuk Islam karena menjadi syahid) shalat lima waktu setiap hari dan setiap malam…” (HR Bukhari)

Dalil hadis di atas mengisyaratkan bahwa mereka yang sudah masuk Islam telah diwajibkan untuk mengerjakan salat. Dengan demikian, keberagamaan Islam menjadi salah satu syarat diwajibkannya salat dan salat memang hanya untuk orang orang yang memeluk Islam, tidak mungkin orang-orang yang tidak beragama Islam mengerjakan salat.

  1. Telah Mencapai Usia Balig

Seseorang yang telah mencapai usia balig telah dikenakan pembebanan hukum kepadanya. Dosa dan pahala juga telah dibebankan secara menyeluruh.

Jika orang itu telah melakukan perbuatan maksiat, maka ia sudah menanggung dosanya sendiri. Dan jika orang itu beramal saleh, maka ia sudah berhak menerima pahala dari amal kesalehan tersebut.

Baca Juga: Ini Dia Penghuni Neraka Yang Membuat Malaikat Malik Bingung

Sebagaimana hukum kemanusiaan yang berlaku, orang yang sudah balig atau dewasa telah dikenai berbagai macam tanggungan hukum. Seperti misalnya, jika seseorang yang telah mencapai usia balig atau dewasa dan ia ketahuan mencuri maka hukum berlaku baginya. Artinya, pihak berwajib (polisi) bisa menangkapnya dan memperkarakannya dengan hukum negara yang berlaku.

Namun, jika yang mencuri itu adalah anak-anak di bawah umur maka hukum tidak berlaku baginya. Hanya orangtua yang dipersalahkan oleh pihak berwajib (polisi) dan agar orangtua menasihati anaknya yang mencuri itu.

Begitu pun dalam pembebanan (taklif) hukum atau syariat Islam (fikih), orang yang telah mencapai usia balig juga terkena berbagai macam hukum dan aturan Islam. Ia sudah wajib mengerjakan salat, membayar zakat, dan lain sebagainya.

Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Dimaafkan dosa dari tiga orang, yaitu orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia mimpi basah (dewasa), orang gila sampai ia sehat kembali”. (HR Abu Dawud dan lainnya)

Baca Juga: Hati-Hati! Inilah 10 Kesalahan Wudhu Yang Wajib Kamu Tahu

Dari hadis di atas dijelaskan bahwa ada tiga golongan yang tidak terkena pembebanan hukum. Salah satu dari ketiga golongan tersebut adalah anak kecil yang belum dewasa atau belum mencapai kondisi dan usia balig.

Batasan usia balig bagi laki-laki adalah ketika sudah (bisa) mengeluarkan mani (sebab mimpi basah atau yang lainnya) atau usianya sekitar 13 tahun (bisa kurang atau lebih).

Sementara itu, batasan usia balig bagi perempuan adalah ketika sudah menstruasi (haid) atau usianya sekitar 9 tahun (bisa kurang atau lebih).

  1. Berakal

Seorang yang mempunyai akal sehat dan tidak gila juga terkena pembebanan hukum (taklif). Sebagaimana orang yang sudah balig, orang yang berakal juga menjadi acuan dari pembebanan hukum tersebut.

Baca Juga: Astagfirullah! Inilah 3 Perbuatan Yang Membuat Allah Murka

Sebagaimana sudah disebutkan pada hadis di atas bahwa ada tiga golongan yang tidak terkena pembebanan hukum. Selain balig, salah satu yang lain dari ketiga golongan tersebut adalah orang gila yang memang tidak mempunyai akal sehat.

Artinya, orang yang tidak berakal atau gila tidak terkena pembebanan apa pun. Bahkan, hukum pun tidak berlaku bagi orang yang tidak berakal atau gila.

Ketika ada orang gila membunuh seseorang, orang gila itu tidak terkena hukuman. Polisi pun tidak bisa memenjarakan orang gila, tetapi hanya sekadar memeriksakan orang gila itu di rumah sakit jiwa.

Begitu pula dalam syariat Islam, orang gila tidak berdosa meskipun ia telah membunuh seseorang. Qishash tidak berlaku baginya, karena kewarasan akal menjadi dasarnya. Dengan demikian, orang gila tidak dibebankan berbagai kewajiban peribadatan, seperti mengerjakan salat, puasa, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Apa Itu Sleep Paralysis Atau Ketindihan? Ini Penjelasan dan Pecegahannya Menurut Medis dan Syariat Islam

Sementara itu, orang yang berakal waras harus mengerjakan segala hal yang menjadi kewajiban syariat yang telah dibebankan kepadanya.

Jika seseorang sudah balig serta waras, tetapi ia tidak pernah melafalkan dua kalimat syahadat maka ia bukan seorang muslim. Ia tidak dibebani dengan peribadatan seperti salat.

Namun, apabila ada seorang yang sudah balig dan ia pernah melafalkan dua kalimat syahadat secara tersadar (ia jelas seorang muslim).

Berbeda halnya dengan seorang muslim yang mengalami kecelakaan, kemudian ia gegar otak dan ia menjadi tidak waras atau gila maka baginya telah terbebas dari berbagai pembebanan. Artinya, ia tidak wajib melaksanakan salat yang diwajibkan.

Baca Juga: Astagfirullah! Inilah Ciri-Ciri Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga, Bahkan Haram Masuk Surga

Jika ada seseorang yang berakal sehat dan melafalkan dua kalimat syahadat, tetapi ia masih kanak-kanak maka ia tidak dibebankan tanggungan tersebut. Ia belum wajib melakukan salat. Namun demikian, orangtua atau wali yang mengasuh hendaknya memberikan pelajaran kepadanya untuk membiasakan diri agar mengerjakan salat semenjak usia dini.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Katakan kepada anak-anak Anda untuk berdoa ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukul mereka (untuk mendidik dan tidak menyakiti atau menyakiti) ketika mereka berusia sepuluh tahun. Pisahkan mereka juga di tempat tidur (tidak bersama orang tua lagi)”. (HR Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)

Dalam riwayat di atas dijelaskan bahwa untuk menanamkan kebiasaan salat kepada anak-anak hendaklah dimulai ketika anak sudah berusia tujuh tahun. Kurang dari tujuh tahun pun boleh. Jika anak sudah mencapai usia sepuluh tahun dan anak tidak mau mengerjakan salat, maka orangtua atau wali yang mengasuh diperkenankan memukul anak tersebut.

Baca Juga: Cek Diri Kamu, Inilah Ciri-Ciri Jika Kamu Memiliki Khodam Pelindung

Namun, memukul anak itu bukan bermaksud menyakiti, melukai, atau menyiksa, melainkan untuk tujuan mendidik. Oleh karena itu, pukulannya pun tidak boleh keras, tetapi hanya sekadar peringatan keras kepada anak agar membiasakan salat sejak usia dini. Dengan begitu, di dalam jiwa anak akan tertanam kebiasaan salat sebagai bekal ketika sudah usia balig dan menjadi mukalaf. ***

Editor: Ade Julian

Sumber: Buku


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x