UU TPKS Sudah Disahkan, Yayasan PUPA Mendesak Lembaga Penegak Hukum Dapat Mengimplementasikan

- 26 November 2022, 22:20 WIB
Dalam rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKTP), Yayasan PUPA mengajak seluruh lembaga/Dinas terkait dan masyarakat untuk Mengenali Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Dalam rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKTP), Yayasan PUPA mengajak seluruh lembaga/Dinas terkait dan masyarakat untuk Mengenali Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual /

BENGKULU, IKOBENGKULU.COM - Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah disetujui bersama DPR RI dan Pemerintah pada 12 April 2022 dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 9 Mei 2022. UU TPKS ini juga telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2022 nomor 120.

Dalam rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKTP), Yayasan PUPA mengajak seluruh lembaga/Dinas terkait dan masyarakat untuk Mengenali Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Memahami fakta KBGO dan KSBE di Kota Bengkulu dan mengenali Aplikasi Mela Lapor untuk akses pengaduan bila mengalami KBGO/KSBE.

"Setelah pengesahan UU TPKS, kita memasuki babak baru memastikan
implementasinya. Saat ini, proses perumusan aturan turunan UU TPKS tengah berlangsung," kata Direktur Yayasan PUPA, Susi Handayani, Jumlat 25/11/2022).

Susi menjelaskan, melalui 10 pasal, UU TPKS memandatkan pembentukan 10 peraturan turunan pelaksana berupa lima Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (PerPres).
Upaya penyusunan rancangan aturan pelaksana tersebut perlu dipercepat agar dapat diimplementasikan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan korban.

"Sepanjang tahun 2022 kasus KBGO terutama KSBE yang melapor ke lembaga layanan di Bengkulu cukup tinggi," ujarnya.

Seperti yang masuk di Hotline PUPA dan MelaLapor. Bila di tahun 2021 hanya ada 2 kasus maka tahun 2022 ada 13 kasus. SAKTI PEKSOS telah mendampingi 6 kasus KSBE. CP WCC mendampingi 1 kasus KBGO. Sementara jumlah kasus Kekerasan Pada Perempuan (KTP) dan Anak yang didampingi lembaga layanan mencatat kasus kekerasan seksual seperti perkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, KSBE dan TPPO adalah 50% dari keseluruhan bentuk kekerasan lain seperti KDRT dan Kekerasan Fisik.

Kordiv. APK CP Women Crisis Centre (WCC) Cahaya Perempuan Tini Rahayu, menambahkan selama ini dalam pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan dan KSBE masih banyak kendala yang dihadapi.

kendala ini antara lain belum optimalnya kerja berjejaring dalam pemenuhan kebutuhan layanan pada korban, kurang optimalnya penggunaan dana pendampingan korban dari pemerintah pusat karena prasyarat yang diberlakukan tumpeng tindih dengan kebijakan lain.

"Sementara lembaga layanan masyarakat minim anggaran dan menggunakan dana pribadi, serta Kurang nya SDM yang terlibat dalam pendampingan," katanya.

Disisi lain, saat penanganan kasus KBGO atau KSBE tidak bisa diselesaikan di tingkat Polres harus ke cyber Crime Polda hingga Bareskrim Polri sehingga butuh waktu lama, "belum terlindungi dan terpenuhi hak ekosob pendamping," jelasnya.

Untuk itu dalam rangka kampanye internasional hari anti kekerasan terhadap perempuan, Yayasan PUPA dan lembaga layanan yang ada di Kota Bengkulu menyerukan berapa hal penting.

Tini menyampaikan, pemerintah provinsi, Kabupaten Kota melalui Dinas P3AP2KB Provinsi, Kabupaten kota memastikan langkah implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Peraturan Gubernur No 1 tahun 2022 tentang Pedoman Layanan Rujukkan Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, dan Perda atau Perwal terkait.

Baca Juga: Wow Keren, Aksi Hijau Kampung Berseri Astra Suntenjaya Terapkan Pertanian Ramah Lingkungan

"Termasuk penyediaan rumah aman, penyediaan anggaran yang dialokasikan secara berkesinambungan untuk pendampingan kasus yang dapat diakses lembaga layanan," katanya.

Kemudian, aparat penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan untuk dapat mengimplementasikan UU TPKS dalam menangani kasus kekerasan seksual di seluruh wilayah kerja masing-masing dengan memperhatikan keberpihakan terhadap korban kekerasan seksual.

"Kami meminta mempercepat peningkatan kapasitas aparat dalam menjalankan amanat UU TPKS, serta penyediaan peralatan dan teknologi untuk dapat melakukan penanganan kasus KBGO dan KSBE," ucapnya.

Selain itu, Yayasan Pupa dan lembaga layanan yang ada di Kota Bengkulu meminta Dinas Komunikasi Informasi (Kominfo) Kota Bengkulu membantu mengintegrasikan layanan 112 ke MELA LAPOR atau ke lembaga layanan bila ada laporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Kami juag meminta Dinas Kominfo daerah membuat mekanisme koordinasi dengan Pemerintah Pusat berwenang (Kominfo) untuk melakukan penghapusan dan atau pemutusan akses informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual," katanya.

Kabid UPTD PPA Kota Bengkulu Ermawati mengatakan bahwa lembaganya masih kekurangan sumber daya manusia (SDM). Sebab itu, ia mengajak masyarakat, Organisasi Masyarakat Sipil,lembaga pendidikan dan privat sektor bersama-sama secara aktif melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan di lingkungan masing-masing. "Termasuk dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Terutama kekerasan seksual berbasis elektronik dan bentuk KBGO lainnya," katanya.

Erma juga mengajak media untuk mendukung dan memberitakan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam rangkaian K16HAKTP, "Anti KBGO dan KSBE sekaligus menyebarkan informasi MELA LAPOR yang dapat diakses bila mengalami KBGO atau KSBE," jelasnya. ***

 

Editor: Iyud Dwi Mursito


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah