IKOBENGKULU/PRMN - Idul Adha atau juga disebut sebagai Hari Raya Qurban dilakukan untuk mengenang ujian berat Nabi Ibrahim ketika diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih puteranya sendiri.
Idul Adha dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah. Maka bagi mereka yang mampu, disunnahkan untuk berkurban, yakni menyembelih hewan untuk dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dikutip oleh IKOBENGKULU/PRMN dari Buku 33 Tanya Jawab Seputar Qurban, di bawah ini adalah 33 pertanyaan beserta jawaban mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kurban.
Baca Juga: Mempermainkan Sholat Menggunakan Kipas Angin, Begini Kata Habib Hasan bin Ismail Al Muhdor
- Apakah makna Kurban?
J: Dalam bahasa Arab, Kurban dikenal dengan nama al-Udh-hiyyah, maknanya menurut bahasa adalah hewan yang dikurbankan, atau hewan yang disembelih pada hari ldhul Adha. Sedangkan menurut Ahli Fiqh, al-Udh-hiyyah, adalah menyembelih hewan tertentu, pada waktu tertentu, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Definisi lain: al-Udh-hiyyah, adalah hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sejak hari ldul Adha hingga ke hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
- Kapankah ibadah Kurban disyari'atkan?
J: lbadah Kurban disyariatkan pada tahun kedua Hijrah.
- Apakah dasar hukum disyariatkannya Kurban?
J: lbadah Kurban diwajibkan berdasarkan al-Qur'an, Hadits dan ljma'.
- Apakah dalil ibadah Kurban dari al-Qur'an?
Baca Juga: Astagfirullah! Inilah 10 Dandanan Wanita Muslimah Yang Diharamkan
J: Firman Allah SWT:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. (Qs. AI-Kautsar [108]: 2).
Dan firman Allah SWT:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah”. (Qs. Al Hajj [22]: 36).
- Apakah dalil yang berasal dari Sunnah?
J: hadits Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang manusia melakukan suatu amal pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) yang lebih dicintai Allah SWT daripada menumpahkan darah (menyembelih kurban). Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Sesungguhnya Allah SWT telah menerima niat berkurban itu sebelum darahnya jatuh ke tanah. Maka jadikanlah diri kamu menyukai ibadah kurban itu”. (HR.Al-.Hakim, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
“Rasulullah SAW berkurban dua ekor Kibasy berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan kurban itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan kurban itu dengan tanganya sendiri”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Disamping itu kaum muslimin telah ljma' tentang disyariatkannya ibadah kurban ini. Hadits diatas menunjukkan bahwa berkurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah SAW pada hari Nahar. Allah SWT menerima pahala kurban sebelum darah hewan kurban yang disembelih itu menetes ke tanah, menunjukkan betapa cepatnya keridhaan Allah SWT diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah Kurban. Ibadah kurban ini juga merupakan Sunnah Nabi Ibrahim AS., sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shaffat [37]: 107).
Baca Juga: 7 Pertanda Kerasnya Hati, Jika Dibiarkan Menyebabkan Hatinya Mati
- Apakah hukum berkurban?
J: Berkurban itu hukumnya Sunnat bagi yang mampu melaksanakannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh lbnu Abbas, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Ada tiga perkara yang wajib bagiku dan sunnat bagi kamu; shalat Witir, menyembelih Kurban dan shalat Dhuha”. (HR.Ahmad, al-Hakim dan ad-Daraquthni).
Dan hadits,
“Aku diperintahkan untuk berkurban, tidak wajib (bagi kamu)”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam sebuah Atsar yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi disebutkan, Imam Syafi'i -rahimahullah- berkata, “Telah sampai (suatu riwayat) kepada kami bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar RA pernah tidak berkurban karena tidak ingin diikuti sehingga orang yang melihatnya menyangka bahwa berkurban itu wajib”.
- Apakah syarat bagi orang yang berkurban?
J: - Beragama Islam, Bebaslmerdeka (bukan hamba sahaya), Akil baligh, Berakal dan Mampu untuk berkurban.
- Siapakah orang dianggap mampu berkurban?
J: Orang yang dikategorikan mampu berkurban adalah orang yang mampu memenuhi kebutuhan pokok untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ia nafkahi pada hari idul Adha dan hari-hari Tasyriq, kemudian ia memiliki dana yang cukup untuk menyembelih hewan kurban.
- Kapankah waktu penyembelihan hewan kurban?
J: Penyembelihan hewan kurban boleh dilaksanakan beberapa saat setelah terbitnya matahari pada hari ldul Adha. Waktu beberapa saat tersebut diukur dengan waktu kira-kira selama dua rakaat shalat dan dua khutbah yang singkat. Jika hewan kurban disembelih sebelum waktu tersebut, maka sembelihan Kurban tidak sah, berdasarkan hadits yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim,
“Sesungguhnya awal kami memulai (sembelihan Kurban) pada hari kami ini adalah; bahwa kami melaksanakan shalat (ldhul Adha), kemudian kami kembali, kemudian kami menyembelih hewan kurban. Siapa yang melaksanakan itu, maka sungguh ia telah melaksanakan Sunnah dan siapa yang menyembelih Kurban sebelum shalat (Idul Adha), maka itu hanyalah menjadi daging yang ia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah (Kurban) walau sedikitpun”.
Waktu penyembelihan Kurban tersebut berlanjut hingga hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
“Seluruh hari-hari Tasyriq itu adalah hari-hari penyembelihan hewan Kurban”. (HR.Ahmad dan ad-Daraquthni).
Baca Juga: Bahas LGBT, Ustad Adi Hidayat: Jauhi Sikap Merendahkan
- Apakah pada malam harinya juga boleh dilakukan penyembelihan hewan Kurban?
J: Waktu yang afdhal untuk menyembelih Kurban adalah siang hari. Boleh dilakukan malam hari, akan tetapi hukumnya makruh. Karena dalam sebuah hadits disebutkan,
“Rasulullah SAW melarang menyembelih hewan pada malam hari”. (HR.ath-Thabrani).
- Hewan-hewan jenis apa sajakah yang boleh dijadikan sebagai hewan Kurban?
J: Para ulama telah sepakat bahwa hewan yang boleh disembelih sebagai Kurban hanyalah hewan jenis Na'amlAn'am (binatang ternak) seperti Unta, Lembu, Kerbau dan Kambing dengan berbagai jenisnya. Berdasarkan firman Allah SWT,
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka”. (Qs. al-hajj [22]: 34).
Juga karena tidak ada riwayat dari Rasulullah SAW dan para shahabat yang menyebutkan bahwa mereka menyembelih hewan-hewan jenis lain sebagai Kurban.
- Apakah hewan yang paling afdhal disembelih sebagai Kurban?
J: Unta, kemudian Lembu, kemudian Domba, kemudian Kambing. Dilihat dari hewan yang paling banyak dagingnya dan karena tujuannya agar fakir miskin yang memperoleh daging Kurban lebih banyak. Juga berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan,
“Siapa yang mandi pada hari Jum'at seperti mandi junub, kemudian ia pergi ke masjid, maka seakan-akan ia berkurban seekor unta. Siapa yang pergi pada waktu kedua, maka seakan• akan ia berkurban seekor lembu. Dan siapa yang pergi pada waktu ketiga, maka seakan-akan ia berkurban seekor kambing yang telah bertanduk”. (HR.al-Bukhari dan Muslim).
Menyembelih hewan jantan lebih afdhal daripada hewan betina. Tujuh orang yang menyembelih tujuh ekor kambing lebih afdhal daripada tujuh orang berkongsi menyembelih satu ekor lembu. Karena daging kambing lebih baik.
- Adakah batasan usia bagi hewan Kurban?
Baca Juga: Astagfirullah! Inilah Hikmah dan Bahaya Jika Air Laut Tidak Asin Lagi
J: Untuk unta, telah genap lima tahun dan memasuki tahun ke enam. Untuk lembu dan kambing, telah genap dua tahun dan memasuki tahun ketiga. Dan untuk domba, memasuki usia ke dua tahun.
- Apakah ada syarat tertentu tentang batasan jumlah orang yang berkurban untuk satu ekor hewan kurban?
J: Satu ekor kambing hanya boleh untuk satu orang. Sedangkan satu ekor unta dan lembu untuk tujuh orang. Berdasarkan hadits,
“Kami menyembelih hewan Kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hubaibiyah; satu ekor unta untuk tujuh orang dan satu ekor lembu untuk tujuh orang”. (HR. Muslim).
- Apakah boleh menyembelih hewan bercacat?
J: Tidak boleh dan ibadah kurbannya tidak sah, berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
“Dari al-Barra' bin 'Azib, bahwa Rasulullah SAW ditanya, "Hewan kurban apakah yang mesti dihindari?". Rasulullah SAW menunjuk dengan tangannya seraya berkata, "Ada empat". Al-Barra' (juga) mengisyaratkan dengan tangannya (ketika ia meriwayatkan hadis ini) seraya berkata, "Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah SAW. (empat jenis cacat hewan tersebut adalah): hewan yang menderita sakit pada kaki, sakit tersebut sangat jelas (hingga tidak mampu berjalan mengikut hewan lain), hewan yang salah satu matanya buta, hewan yang menderita suatu penyakit dan hewan yang sangat kurus sehingga tidak memiliki tulang sum-sum”. (HR. Malik).
- Apakah perkara-perkara yang dianjurkan bagi orang yang akan berkurban?
J: Bagi orang yang akan berkurban, jika telah memasuki tanggal 10 Dzulhijjah, disunnatkan agar tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku, hingga ia menyembelih hewan kurbannya. Berdasarkan hadits,
“Apabila kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang kamu akan berkurban, maka hendaklah ia menahan (dirinya) dari (memotong) rambut dan kukunya”. (HR. Muslim). Jika ia tetap melakukannya, maka hukumnya makruh dan ibadah kurbannya tetap sah.
Saat penyembelihan, dianjurkan agar menghadapkan hewan Kurban ke arah Kiblat dengan meletakkan sisi kiri tubuh hewan Kurban pada bagian bawah. Berdasarkan hadits,
“Rasulullah SAW berkurban dua ekor Kibasy berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan kurban itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan kurban itu dengan tanganya sendiri”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- Adakah bacaan khusus ketika akan menyembelih hewan Kurban?
J: Mengucapkan, “Dengan nama Allah dan Allah Yang Maha Besar. Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu”.
Berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menyembelih dua ekor Kibas pada hari idul Adha. Ketika beliau menghadapkan dua ekor Kibas itu, beliau mengucapkan, Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia yang telah menciptakan langit dan bumi dengan tunduk dan patuh dan tidaklah aku tergolong dari orang-orang musyrik. Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan dan aku adalah orang muslim pertama. Dengan nama Allah dan Allah Yang Maha Besar. Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu, dari Muhammad dan umatnya". (HR. al-Hakim).
Baca Juga: Warna-Warna Ini Menjadi Warna Kesukaan Nabi Muhammad SAW
- Apakah orang yang berkurban mesti menyembelih hewan kurbannya sendiri?
J: Disunnatkan agar yang menyembelih hewan Kurban tersebut adalah orang yang berkurban, berdasarkan Sunnah Rasulullah SAW, karena beliau menyembelih sendiri hewan kurbannya. Namun boleh juga mewakilkannya kepada orang lain, karena dari penyembelihan seratus ekor hewan kurban, sebagiannya diwakilkan Rasulullah SAW kepada Ali RA. Bagi perempuan dianjurkan agar mewakilkan penyembelihan hewan kurban kepada orang lain.
- Bagi seseorang yang menyembelihkan hewan Kurban orang lain, apakah ia mesti menyebutkan nama orang yang berkurban?
J: la tidak mesti menyebutkan nama orang yang berkurban, karena niat orang yang berkurban itu sudah mencukupi. Jika ia tetap menyebutkan nama orang yang berkurban, maka itu boleh dilakukan, karena Rasulullah SAW mengucapkan,
“Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad”. Kemudian Rasulullah SAW menyembelih hewan Kurbannya”. (HR. Muslim).
Menurut Imam al-Hasan, bacaan bagi orang yang menyembelihkan hewan kurban orang lain adalah,
“Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar. lni dari-Mu dan untuk-Mu. Terimalah dari si fulan (dengan menyebutkan nama orang yang berkurban”.
- Apakah orang yang berkurban boleh memakan daging hewan Kurbannya ?
J: Jika Kurbannya itu adalah Kurban Nadzar, maka ia tidak boleh memakannya, demikian juga dengan orang-orang yang wajib ia beri nafkah. Semuanya wajib disedekahkan.
Jika Kurban itu adalah Kurban Sunnat, maka orang yang berkurban itu dianjurkan agar memakan sebagian dagingnya. Bahkan afdhal baginya untuk memakan satu suapan dari daging Kurbannya itu untuk mengambil berkah dari ibadah Kurbannya. Berdasarkan firman Allah SWT,
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir'. (Qs. al-hajj [22]: 28).
Dalam sebuah hadits disebutkan,
"Ketika Rasulullah SAW kembali, beliau memakan hati hewan Kurbannya". (HR. al-Baihaqi).
- Apakah orang yang belum akikah boleh berkurban?
J: Orang yang belum akikah boleh melaksanakan ibadah kurban dengan beberapa alasan. Pertama, karena hukum akikah dan kurban sama-sama Sunnat Mu'akkad.
Kedua, karena akikah itu kewajiban orang tua terhadap anaknya, bukan kewajiban seseorang terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak tergadai dengan akikahnya, akikahnya itu disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya), rambutnya dicukur dan diberi nama”. (HR. Ahmad dan empat kitab as-Sunan).
Disamping itu, menurut Mazhab Hanafi ibadah Kurban menasakh semua ritual penyembelihan hewan sebelum ibadah kurban, termasuk di dalamnya ibadah Akikah. Nasakh itu berdasarkan ucapan Aisyah, “lbadah kurban menasakh semua ibadah penyembelihan sebelumnya”.
Berdasarkan pendapat ini maka tidak ada kewajiban bagi orang yang belum diakikahkan agar ia mengakikahkan dirinya sendiri setelah ia dewasa.
- Apakah boleh membagikan daging kurban ke negeri lain?
J: Boleh hukumnya membagikan daging kurban ke negeri lain, apakah hewan kurban tersebut disembelih di tempat orang yang berkurban maupun di tempat lain (tempat daging kurban dibagikan). Berikut ini rinciannya menurut pendapat empat mazhab:
Menurut Mazhab Hanafi, makruh hukumnya mengalihkan daging kurban dari suatu negeri ke negeri lain, sama seperti zakat, kecuali jika diberikan kepada kerabat orang yang berkurban atau kepada penduduk negeri lain yang lebih membutuhkan. Pengalihan distribusi tersebut tetap sah, meskipun hukumnya makruh.
Menurut Mazhab Maliki, tidak boleh mengalihkan pembagian daging kurban ke negeri lain yang jaraknya sejauh jarak meng-qashar shalat atau lebih, kecuali jika penduduk negeri tersebut lebih membutuhkan daripada negeri tempat orang yang berkurban, maka sebagian besar daging kurban wajib didistribusikan ke negeri tersebut, sedangkan sisanya diberikan kepada penduduk negeri orang yang berkurban.
Pendapat Mazhab Hanbali dan Syafi'i sama seperti pendapat Mazhab Maliki, boleh hukumnya mengalihkan pembagian daging kurban ke suatu negeri yang jaraknya kurang dari jarak meng-qashar shalat. Jika jarak negeri tersebut melebihi jarak qashar shalat, maka hukumnya haram.
Baca Juga: Mengapa Nabi Isa a.s Yang Ditugaskan Membunuh Dajjal, Bukan Muhammad? Ternyata Ini Penjelasannya
- Apakah hukum menyembelih kurban untuk orang lain yang masih hidup?
J: Boleh hukumnya menyembelih kurban untuk orang lain. Dalam kitab Musnad Ahmad disebutkan sebuah hadits dari Abu Rafi', bahwa ketika Rasulullah SAW berkurban, beliau membeli dua ekor kibas yang gemuk, bertanduk dan berwarna putih bersih. Lalu beliau menyembelih salah satu dari dua ekor kibas itu seraya mengucapkan:
“Ya Allah, ini dari ummatku semuanya; diantara mereka yang mempersaksikan tauhid untuk-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah Islam)”.
Kemudian beliau menyembelih satu ekor lagi dengan mengucapkan:
“Ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad”. (HR.Ahmad).
Ibadah Kurban adalah 'lbadah Badaniyah (fisik) dan Maliyah (harta). Rasulullah SAW telah berkurban untuk umat dan keluarganya, tentu saja mereka mendapatkan balasan pahalanya, karena jika tidak demikian, tentulah perbuatan Rasulullah itu tidak mengandung makna apa-apa.
- Bagaimana pula hukumnya menyembelih hewan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia?
J: Terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.
Menurut Mazhab Syafi'i, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika orang yang telah meninggalkan dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal. Karena Allah SWT berfirman:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).
Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging kurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging kurban tersebut.
Menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal. Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.
Menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan kurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.
Mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali, akan tetapi menurut Mazhab Hanafi haram hukumnya memakan daging kurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya, semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin.
- Bagaimanakah presentase pembagian daging hewan kurban?
J: Daging hewan kurban boleh dibagi tiga; sepertiga untuk orang yang berkurban, sepertiga untuk kerabat dan sahabat (meskipun mampu) dan sepertiga untuk fakir miskin. Berdasarkan firman Allah SWT:
“Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”. (Qs. al-Hajj [22]: 36).
Firman Allah SWT:
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”. (Qs. al-Hajj [22]: 28).
Dan hadits:
“Rasulullah SAW memberikan (daging kurban) kepada keluarganya sebanyak sepertiga, untuk para tetangganya yang fakir sebanyak sepertiga dan untuk orang-orang yang meminta sebanyak sepertiga”. (HR. Abu Musa al-Ashtahani),
- Bagaimanakah kurban pada zaman dahulu? Apakah mereka mengenal istilah panitia kurban? Dan bagaimanakah hak panitia kurban?
J: Pada zaman dahulu semua proses kurban dilakukan sendiri oleh orang yang berkurban, dari mulai membeli hewan kurban (bagi yang bukan peternak), merawat hewan kurban menjelang hari penyembelihan, proses penyembelihan hewan kurban dan sampai pada distribusi daging hewan kurban dilakukan sendiri oleh orang yang berkurban. Mereka tidak mengenal istilah panitia kurban.
Baca Juga: Astagfirullah! Inilah 7 Sarang Jin dan Setan Dalam Tubuh Manusia Yang Wajib Kamu Tahu
Dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial masyarakat, tidak semua orang memiliki waktu luang untuk melakukan proses panjang ibadah kurban tersebut. Maka sekelompok masyarakat membentuk paniti kurban. Sebenarnya panitia kurban tidak memiliki hak apa-apa terhadap daging kurban yang mereka kelola. Apa yang mereka lakukan murni sebagai aktifitas sukarela dan hanya mengharapkan balasan pahala dari Allah SWT atas perbuatan baik yang mereka lakukan dengan membantu orang lain.
- Apakah panitia kurban boleh mengambil sebagian daging kurban sebelum dibagikan? Misalnya, setelah hewan kurban disembelih, panitia kurban mengambil sebagian dari daging kurban, kemudian mereka memasak dan memakannya bersama-sama. Sementara daging kurban tersebut belum dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Apakah hukum masalah tersebut?
J: Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa panitia kurban tidak memiliki dan kuasa terhadap daging kurban. Jika daging kurban tersebut belum dibagi-bagikan, maka panitia kurban tidak berhak untuk mengambil sebagian dari daging tersebut, karena status kepemilikan daging tersebut belum ditentukan. Jika panitia tetap mengambilnya, berarti mereka telah mengambil daging yang belum jelas siapa pemiliknya.
Solusinya: Daging tersebut mesti dibagi-bagikan terlebih dahulu. Jika diantara panitia kurban tersebut ada yang berkurban, kemudian ia mengikhlaskan bagian jatahnya untuk dimasak, maka yang demikian dibolehkan. Seandainya tidak ada diantara para panitia itu yang berkurban, maka bagian jatah panitialah yang mesti dimasak.
Yang perlu ditekankan, mesti diketahui jatah bagian siapa yang dimasak dan dimakan, karena daging yang tumbuh dari yang haram lebih utama untuk api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka nerakalah yang lebih utama baginya”. (HR. al-Baihaqi).
- Apakah panitia kurban boleh menjual kulit dan tanduk hewan kurban dan hasil penjualannya untuk masjid?
J: Pada dasarnya, hak milik kulit, tanduk dan lain sebagainya ada pada orang yang berkurban. Haram hukunya menjual kulit, lemak, daging, kepala dan bulu hewan kurban,Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka berarti ia tidak berkurban”. (HR. al-Hakim).
Orang yang berkurban boleh menggunakan kulit hewan kurbannya, berdasarkan dalil bahwa Aisyah RA membuat kulit hewan kurbannya sebagai tempat air.
Orang yang berkurban memberitahukan kepada panitia tentang pemanfaatan kulit dan tanduk, karena kulit dan tanduk tersebut adalah hak miliknya. Maka ia boleh menyedekahkan atau memanfaatkannya. Akan tetapi lebih afdhal jika ia sedekahkan. Namun bukan berarti diberikan kepada panitia, akan tetapi disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan.
- Apakah boleh memberikan kulit, tanduk atau daging kepada orang yang menyembelih hewan kurban? Sebagai upah penyembelihan.
J: Tidak boleh hukumnya memberikan kulit atau sebagian dari tubuh hewan kurban kepada orang yang menyembelih hewan kurban sebagai upah. Berdasarkan riwayat Imam Ali RA, ia berkata,
“Rasulullah SAW memerintahkan aku mengurus hewan kurban beliau, agar aku bersedekah (membagi-bagikan) daging hewan kurban, kulitnya dan kain penutupnya. Rasulullah SAW juga memerintahkan aku agar aku tidak membarikan sebagiannya kepada orang yang menyembelih hewan kurban tersebut”. (HR. Muslim).
Baca Juga: Astagfirullah! Suka Disepelekan, Inilah Perbuatan Yang Dosanya Melebihi 36X Wanita Pezina
Jika orang yang menyembelih hewan kurban itu diberi bagian dari hewan kurban karena ia fakir miskin (membutuhkan), atau sebagai hadiah, maka itu boleh dilakukan, karena ia termasuk orang yang berhak menerimanya, sama seperti orang lain, bahkan ia lebih utama untuk menerimanya, karena ia ikut mengerjakamya.
- Apakah boleh berkurban dalam bentuk uang? Dengan cara mengeluarkan uang seharga hewan kurban?
J: Menyembelih hewan kurban adalah salah satu dari bentuk syi'ar Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an:
“Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati”. (Qs. al-Hajj [22]: 32).
Umat Islam diperintahkan agar mengikuti perbuatan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Qs. al-Ahzab [33]: 21). Dan salah satu perbuatan Rasulullah SAW yang mesti diikuti adalah menyembelih hewan kurban.
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Mazhab Syafi'i), berkurban itu lebih afdhal daripada bersedekah Sunnat, berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan masyhur tentang keutamaan berkurban dan karena dasar kewajiban melaksanakannya, berbeda dengan sedekah Sunnat. Juga karena berkurban itu adalah syi'ar yang nyata”.
Meskipun boleh hukumnya bersedekah mengeluarkan uang seharga hewan kurban, akan tetapi berkurban tetap lebih afdhal, demikian disebutkan Imam Ahmad bin Hanbal secara nash. Ibnu al-Musayyib berkata:
“Saya lebih suka berkurban daripada bersedekah seratus Dirharn”.
Kesimpulannya, bersedekah mengeluarkan uang seharga hewan kurban itu hukumnya boleh. Namun lebih afdhal jika menyembelih hewan kurban. Akan tetapi dalam masalah ini perlu diperhatikan berbagai aspek; efisiensi, efektifitas, kondisi dan maslahat.
- Apakah ibadah Kurban wajib dilaksanakan sekali seumur hidup? Atau wajib setiap tahun?
J: Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat mazhab: Menurut Mazhab Hanafi wajib dilaksanakan setiap tahun, berdasarkan hadits:
“Siapa yang memiliki kemampuan, akan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad dan lbnu Majah). Ancaman seperti ini hanya layak ditujukan kepada suatu ibadah yang wajib dilaksanakan.
Sedangkan menurut Jumhur ulama hukumnya Sunnat bagi yang mampu, berdasarkan hadis:
“Apabila kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang kamu hendak berkurban, maka hendaklah ia menahan (dirinya) dari (memotong) rambut dan kukunya”. (HR. Muslim). Dalam hadits ini dinyatakan bahwa ibadah kurban dikaitkan dengan kehendak, yaitu pada kalimat “Hendak berkurkan”, ini menafikan hukum wajib.
Sabda Rasulullah SAW:
“Ada tiga perkara yang wajib bagiku, sunnat bagi kamu: shalat Witir, berkurban dan shalat Dhuha”. (HR. Ahmad).
Dan sabda Rasulullah SAW:
Baca Juga: Kamu Wajib Tahu, Inilah 5 Tips Ampuh Mengundang Malaikat Untuk Datang ke Rumah
“Aku diperintahkan untuk berkurban, tidak wajib (bagi kamu)”. (HR. at-Tirmidzi).
lni didukung Atsar bahwa Abu Bakar dan Umar RA pernah tidak berkurban karena jika dilaksanakan setiap tahun dikhawatirkan kaum muslimin menganggapnya wajib, padahal hukum asalnya tidak wajib.
- Apakah non-muslim boleh mendapat jatah pembagian daging hewan kurban?
J: Menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya memberikan daging hewan kurban kepada orang Yahudi dan Nashrani. Sedangkan Mazhab Hanbali memperbolehkan pemberian daging hewan kurban kepada orang kafir, jika kurban tersebut adalah kurban Sunnat. Sedangkan kurban wajib tidak boleh diberikan kepada orang kafir walau sedikit pun.
- Apakah hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah kurban?
J: Diantara beberapa hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah Kurban:
- Melaksanakan perintah Allah SWT dan menegakkan salah satu dari syi'ar-Nya.
- Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.
- Membangkitkan semangat kebersamaan dan kepedulian sosial. Mengikis sifat kikir.
- Dan yang paling panting adalah memupuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Firman-Nya:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (Qs. al-Hajj [22]: 37).***