Kisah Dato Raja Bilang, Memprotes Keras Kebijakan Inggris Membawa Gadis Bengkulu ke Eropa

24 Oktober 2022, 13:26 WIB
Petisi protes keras yang ditandatangani para petinggi melayu Bengkulu /

IKOBENGKULU.COM - Banyak tokoh bersejarah dari Bengkulu pada masa lalu yang berkontribusi besar terhadap Bengkulu.

Namun, nama-nama tokoh tersebut kurang dikenal oleh generasi saat ini, karena memang sedikit yang tahu akan tokoh tersebut.

Salah satunya adalah Dato Raja Bilang, hidup di dua masa pemerintahan kolonial, yaitu di zaman pemerintahan Kolonial Inggris dan Belanda.

Baca Juga: Kuasa Hukum Ungkap 4 Bukti Putri Candrawathi Alami Kekerasan Seksual

Diceritakan anak keturunannya, Hilda Ansariah Sabri, Dato Raja Bilang ini masih keturunan Kerajaan Pagaruyung, masuk bermigrasi ke Bengkulu di awal Tahun 1800.

Di Bengkulu dia menikah dengan gadis melayu Bengkulu bernama Entjik Hitam Naurinnah dan memiliki 8 orang anak di antaranya, Entjik Hitam Nafiah, Entjik Hitam Baniarah, Entjik Hitam Chatijah, H.Dualib, H. Zainal Abidin, Dokeh Bagindo Rumah Panjang, H. Soelaiman dan H. Arifin.

Pada masa pemerintahan Kolonial Inggris, beliau menjabat sebagai pemangku adat melayu Bengkulu, dan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, beliau dipercaya menjadi penengah penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah Kolonial Belanda.

Baca Juga: Kadishub Sebut Bukan Hanya Truk Batu Bara yang Over Kapasitas

"Persoalan-persoalan tersebut diantaranya adalah penyelesaian kasus pencurian, sengketa tanah, persoalan adat dan lain-lain," ujar Hilda, Ketua Departemen Pariwisata, PWI Pusat kepada Ikobengkulu.com.

Hilda melanjutkan, Dato Raja Bilang juga pernah diangkat sebagai Jaksa Agung (Hoofd Jaksa) Benteng Malborough Bengkulu, hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Besluit Nomor 13 diterbitkan di Batavia Tanggal 7 Februari 1838.

Sebelumnya, pada masa pemerintahan Kolonial Inggris, Dato Raja Bilang bersama dengan petinggi melayu Bengkulu lainya melakukan protes keras atas kebijakan Inggris yang membawa gadis-gadis Bengkulu yang mereka nikahi ke Eropa saat Traktat London tahun 1824 diberlakukan.

Baca Juga: Melihat Dapur TMMD, Ratusan Porsi Makan Hanya Dikerjakan Lima Orang Saja

"Para petinggi melayu Bengkulu ini mengirimkan Petisi yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1826 ke pemerintah Kolonial Inggris," ungkap Hilda.

Pada petisi tersebut turut menandatangi, Tuanku Pangeran Lenggang Alam, Tuanku Pangeran Radjo Kalipah, Daeng Mabela dan beberapa petinggi melayu Bengkulu lainnya.

Hingga akhirnya, Kolonial Inggris membatalkan kebijakannya membawa gadis Bengkulu ke Eropa dan memilih untuk berdamai dengan masyarakat pribumi Bengkulu.*** 

Editor: Iman Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler