Konflik Agraria di Bengkulu Utara: Tiga Petani Ditangkap atas Tuduhan Penganiayaan oleh Polisi

- 26 Agustus 2023, 18:05 WIB
Tiga petani yang bernama Sapar, Asan, dan Reski Susanto, S.H dari kelompok "Petani Maju Bersama"  ditangkap oleh pihak kepolisian  25 Agustus 2023 dan dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIb Argamakmur di Bengkulu Utara. /Istimewa/
Tiga petani yang bernama Sapar, Asan, dan Reski Susanto, S.H dari kelompok "Petani Maju Bersama" ditangkap oleh pihak kepolisian 25 Agustus 2023 dan dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIb Argamakmur di Bengkulu Utara. /Istimewa/ /

IKOBENGKULU.COM - Tiga petani yang bernama Sapar, Asan, dan Reski Susanto, S.H dari kelompok "Petani Maju Bersama" ditangkap oleh pihak kepolisian 25 Agustus 2023 dan dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIb Argamakmur di Bengkulu Utara.

Penangkapan ini dilakukan atas tuduhan penganiayaan. Mereka ditangkap berdasarkan laporan keamanan dari PT Daria Dharma Pratama (DDP) yang melibatkan seseorang bernama Darto.

Saat ini, ketiga tersangka berada dalam tahanan jaksa menunggu persidangan. Seorang anggota dari kelompok "Petani Maju Bersama", Hamdi, menjelaskan bahwa kejadian bermula pada tanggal 2 Mei 2023, saat ia sedang melakukan pemanenan sawit di lahan yang dikerjakan di atas eks HGU PT Bina Bumi Sejahtera (BBS).

Pada saat itu, PT DDP melakukan tindakan pengambilan barang di lahan tersebut. "Kami dan petani lainnya mencoba menghentikan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dengan berbaris di jalan. Namun PT DDP terus melanjutkan tindakan tersebut sampai ada perintah dari seorang petugas keamanan bernama Darto untuk menabrak semua petani yang berbaris di jalan," ungkap Hamdi.

Hamdi juga menambahkan bahwa dalam insiden tersebut, salah satu petani bernama Najwa jatuh dan tangannya terlindas oleh mobil perusahaan, dan Darto sebagai pemberi perintah berusaha melarikan diri.

"Ketika orang itu mencoba melarikan diri, Sapar dan Asan mencoba untuk menghadang dan menanyakan alasannya melakukan penganiayaan terhadap petani. Namun malah terjadi pergulatan. Reski Susanto, S.H yang juga merupakan paralegal petani dan mencoba untuk memisahkan mereka, juga mengalami kekerasan dari petugas keamanan PT DDP," sambung Hamdi.

Saman Lating, S.H., C.Me, kuasa hukum petani menyatakan bahwa insiden ini telah dilaporkan ke Polres Mukomuko oleh Najwa dan saksi-saksi lain, serta disertai bukti-bukti termasuk hasil visum.

Baca Juga: Polri Sampaikan Duka Cita atas Meninggalnya Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait

Namun, petugas keamanan PT DDP bernama Darto dan sopir mobilnya belum ditangkap hingga saat ini. Sebaliknya, Darto justru membuat laporan penganiayaan terhadap dirinya oleh kelompok "Petani Maju Bersama".

Dari laporan ini, dua petani dan satu paralegal petani ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap.

"Darto sendiri sudah beberapa kali melakukan penganiayaan terhadap petani, yang menyebabkan cedera dan luka-luka. Aksi penganiayaan ini telah dilaporkan ke Polres Mukomuko dan pihak berwenang sebanyak empat kali".

Korban meliputi dua laki-laki dan dua perempuan. Namun, hingga saat ini dia tidak mendapat konsekuensi hukum. Jangankan ditangkap, belum ada tindakan hukum yang diambil terhadapnya," ungkap Lating.

Lating menambahkan bahwa dari bulan Mei hingga Juli 2023, sudah ada 20 petani yang menjadi korban penganiayaan oleh PT DDP. Kasus ini merupakan hasil dari konflik agraria yang belum terselesaikan dengan baik.

"Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera bertindak terhadap pelaku penganiayaan terhadap petani dan juga meminta pihak yang berwenang untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang ada. Hal ini diharapkan agar tindakan penganiayaan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap petani tidak terus bertambah," tegas Lating.

Sebelum adanya sertifikat HGU PT BBS, lahan yang menjadi sumber konflik adalah wilayah adat di Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko. Lahan ini telah digunakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam.

Pada tahun 1995, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkulu Utara menerbitkan sertifikat HGU PT BBS dengan Nomor 34, dengan luas 1.889 hektar dan jenis komoditas kakao/cokelat.

Namun, PT BBS menghentikan aktivitas pengelolaan lahan HGU sejak tahun 1997. Lahan ini kemudian digunakan kembali oleh masyarakat untuk menanam kelapa sawit, karet, dan tanaman lainnya. Selain itu, eks HGU PT BBS juga terindikasi terlantar menurut surat dari Kementerian ATR-BPN pada tahun 2009. ***

Editor: Iyud Dwi Mursito


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x