Wakapolda Bengkulu menjelaskan bahwa potensi titik panas dan karhutla di Provinsi Bengkulu terus dipantau melalui satelit, radar, dan data observasi. Penanganan hotspot juga dipengaruhi oleh kondisi atmosfir, terutama topografi di wilayah tersebut.
Sementara itu, Irwasda Polda Bengkulu, Kombespol Asep Teddy Nurrasyah, SIK MM, menyoroti perlunya antisipasi terhadap lahan gambut di sekitar perkebunan. Beberapa lahan ini seringkali disengaja dibakar untuk membuka perkebunan kelapa sawit, dan seringkali kebakaran meluas akibat ketidakhadiran manusia.
"Terkait lahan gambut, sering kali api di atasnya sudah padam, tetapi api yang berada di bawah lapisan gambut masih menyala. Himbauan dan informasi terkait karhutla perlu ditingkatkan, terutama di daerah yang rawan," ujar Kombespol Asep Teddy Nurrasyah.
Pendapat serupa diungkapkan oleh AKBP Nurmansyah, Kabagdalops Roops, yang menginformasikan bahwa ada 18 kasus kebakaran lahan yang disebabkan oleh pembakaran hutan oleh masyarakat untuk membuka lahan perkebunan.
Salah satu dari kasus tersebut telah masuk dalam status Tersangka (TSK) dan sudah mencapai tahap P21 terkait kasus pembakaran lahan.
Rapat ini dihadiri oleh sejumlah pihak, termasuk perwakilan Basarnas, Kepala Klimatologi, perwakilan Danrem (Komandan Resor Militer), dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).
Keseluruhannya hadir untuk mendiskusikan upaya bersama dalam menghadapi ancaman karhutla.***