Cerita Rakyat Daerah Bengkulu – Nantu Kesumo dan Asal Mula Nama Bengkulu

- 25 Mei 2022, 08:57 WIB
Ilustrasi Cerita Rakyat mengisahkan Raja Brawijaya V yang tersebar di seluruh rakyat Jawa.
Ilustrasi Cerita Rakyat mengisahkan Raja Brawijaya V yang tersebar di seluruh rakyat Jawa. /Youtube Memisahkan Fakta dari Cocoklogi Seputar Prabu Brawijaya

IKOBENGKULU.COM – Cerita ini mengisahkan tentang Nantu Kesumo yang pertama kali menghuni bengkulu dan kisah cintanya yang tidak biasa. Kisah ini telah diwariskan turun temurun di Bengkulu.

Berikut cerita Nantu Kesumo dan Asal Mula Nama Bengkulu.

Konon orang yang pertama-tama menghuni Bengkulu ialah Nantu Kesumo dan kawan-kawannya. la datang dari Demak di pulau Jawa. la memasuki daerah Bengkulu lewat pantai (pasar Bengkulu sekarang).

Baca Juga: Cerita Rakyat Daerah Bengkulu - Putri Anak Tujuh

Di tanah yang baru ini, Nantu Kesumo dan kawan-kawannya  menghadapi  tantangan  yang  sanga berat. Tanah Bengulu masih merupakan hutan belantara. Binatang-binatang buas dan liar masih hidup dengan bebas namun Nantu Kesumo mempunyai kesaktian dan ilmu yang tinggi. la tidak takut pada binatang­binatang buas.

Konon pada waktu Nantu Kesumo dan kawan-kawannya sedang membuka hutan untuk membangun kampung, mereka bertemu dengan ular yang sangat besar. Ular itu dapat mereka bunuh. Badan ular yang panjang itu dipotong menjadi tiga bagian sama panjang. Ketiga bagian dari tubuh ular itu masing-masing menjelma menjadi meriam sapu rantau, tombak bejabai dan tabu berantai. Untuk memperingati kisah ini, tiap-tiap mengadakan pesta perkawinan dengan memotong kerbau mesti ada tombak berambu payung kering.

Kampung  yang  dibangun  pertama  kali  itu  bernama  Tanah Tinggi. Suatu hari penduduk kampung Tanah Tinggi  melihat batang bangka hanyut dari hulu. Batang bangka itu sebangsa pohon pinang. Pohon bangka itu sangat aneh,  bentuknya melingkar-lingkar, mulai dari pangkal sampai ke  ujungnya. Keanehan pohon ini mengundang penduduk Tanah Tinggi untuk menyaksikannya.

Dari kejadian inilah penduduk Tanah Tinggi menamakan tanah kediaman mereka dengan Bangka Hulu, yang berasal dari bangka dan hulu. Sejak saat itulah nama Bengkulu dipakai orang.

Alkisah diceritakan bahwa Nantu Kesumo datang ke Bengkulu dalam keadaan bujangan. la datang bersama saudaranya bernama Kayu Merinting. Kepada saudaranya inilah ia meminta nasehat atau pertimbangan.

Baca Juga: Cerita Rakyat Daerah Bengkulu - Alim Murtad

Sebagai manusia biasa yang normal Nantu kesumo tidak tahan hidup membujang terus.

Akan tetapi ia tidak mau kawin dengan  wanita  biasa. Wanita yang menjadi idamannya adalah Ratu Aceh. Kecantikan Ratu Aceh sudah terkenal di mana-mana, karena itulah Nantu Kesumo bermaksud menjadikannya sebagai istri. Ia  akan pergi ke Negeri Aceh untuk melamar.

Sebelum berangkat ke Negeri Aceh ia mengutarakan niatnya itu kepada Kayu Mentiring. “Saudaraku Kayu Mentiring, saya berniat pergi ke Negeri Aceh, dengan maksud untuk melamar Ratu Aceh. Doakanlah agar maksud saya berhasil”, kata Nantu Kesumo.

“lngat Nantu Kesumo, antara kita dengan Negeri Aceh selalu bermusuhan, lamaran mustahil diterima”, kata Kayu Mentiring.

Niat Nantu Kesumo untuk meperistri Ratu Aceh sudah nekat, oleh karena itu saudaranya terpaksa menyetujui seraya katanya, “Kalau demikian kemauanmu, saya akan membantumu. Apapun yang terjadi kita hadapi bersama”.

Alkisah, maka berangkatlah Nantu Kesumo seorang diri dengan perahu yang bernama Rejung Kelam.

Setelah kurang lebih satu bulan berlayar sampailah ia ke tepi pantai tempat pemandian Raja Aceh. Tempat ini selalu dijaga oleh hulu balang Raja. dengan  senjata  meriam yang diarahkan ke laut untuk menembak musuh.

Perahu Nantu Kesumo dapat dilihat oleh hulu balang Raja, penjaga pemandian. Mereka menembakkan meriam ke arah perahu Nantu Kesumo. Tak satu pun peluru meriam mengenai Nantu Kesumo.

la tidak tembus oleh peluru. Penjaga pemandian lari ketakutan. Nantu Kesumo pun mendarat dan masuk ke Negeri Kerajaan Aceh.

Alkisah pada waktu itu Kerajaan Aceh sedang merayakan pertunangan Putri Aceh. Salah satu acaranya adalah mengadakan gelanggang pertaruhan selama tiga bulan.

Barangsiapa yang akan mengikuti pertaruhan harus minta izin kepada kakak Putri Aceh yang bernama Raden Cili. Sesudah mendapat izin, calon peserta harus menyerahkan dua peti uang kepada Putri Aceh. Satu peti berbentuk panjang dan satunya lagi berbentuk pendek. Nantu Kesumo menggunakan kesempatan ini untuk bertemu muka dengan idaman hatinya Ratu Aceh.

Ia diizinkan mengikuti pertaruhan. Ia pun menyerahkan dua peti uang Putri Aceh. Pada saat itulah ia bertemu muka dengan Putri Aceh, untuk pertama kalinya yang dapat membuat keduanya saling jatuh cinta. Hubungan cinta ini tidak disetujui Raden Cili.

Baca Juga: Cerita Rakyat Daerah Bengkulu – Asal-usul orang Lembak di Bengkulu

Nantu Kesumo pun masuk ke gelanggang pertaruhan. Ia mengikuti pertaruhan permainan Gelincing Jae, yaitu sebuah permainan yang mempergunakan uang sen sebanyak dua keping yang diempaskan di atas batu. Dalam permainan ini Nantu Kesumo kalah meraub, menang meraub. Terjadilah keributan di tengah gelanggang. Permainan Gelincing Jae dihentikan, diganti dengan pertaruhan penyambung Ayam. Ayam Nantu Kesumo selalu menang, tak pernah sekali pun mengalami kekalahan. Hal ini dilaporkan oleh panitia pertaruhan kepada Raden  Cili. Kemenangan Nantu Kesumo tidak disenangi oleh Raden Cili. Ia meme­ rintahkan para prajurit kerajaan untuk menangkap Nantu Kesumo. Hal ini diketahui oleh Nantu Kesumo, ia pun membuat keributan dengan memukul canang dari tempururtg. Bunyi tempurung itu sebagai tanda naiknya harga beras. Tanda ini menimbulkan kemarahan kepada peserta pertaruhan yang kalah. Jumlah yang kalah sangat besar, terjadilah keributan yang hebat. Banyak korban berjatuhan.

Konon dari Bengkulu telah diutus seorang pemuda untuk menjemput Nantu Kesumo. Pemuda itu berbaju Kuning. Perjalanan memerlukan waktu yang panjang, sedang persediaan makanan terbatas.

Ia kehabisan makanan di tengah perjalanan. Oleh karena itu ia singgah mendarat dan mendapatkan  kebun  pisang. Kebun  itu milik seorang nenek tua. Oleh nenek itu ia dipersilahkan makan pisang sepuas-puasnya, sampai ia tidak bisa berjalan, karena kekenyangan, akibatnya tidak sampai ke tempat tujuan.

Sementara itu keributan di Aceh berlangsung terns. Nantu Kesumo terluka di lambung tunggai dan Iuka-Iuka di ujung kuku (mungkin maksudnya tidak seberapa). Raden Cili dan pasukan tentaranya tidak dapat menangkap Nantu Kesumo.

Raden Cili dan tentaranya berusaha menghentikan keributan dan kekacauan itu. Dalam keadaan kacau itu Nantu Kesumo memanfaatkan kesempatan yang baik ini dengan menemui Ratu Aceh untuk membawanya lari ke Bengkulu.

Dibawalah Ratu Aceh ke luar istana kerajaan. Pada malam harinya mereka menuju ke pantai untuk selanjutnya berlayar menuju Bangka hulu. Perahu yang digunakan adalah tetap perahu Rejung Kelam. Kedua insan itu pura-pura gembira dan bahagia. Nantu Kesumo gembira karena maksudnya tercapai, membawa pulang Ratu Aceh. Sedang Ratu Aceh gembira karena ia dapat bebas  dari kungkungan adat kerajaan, bebas  menikmati keindahan alam.

Baca Juga: Kalender Kata-Kata Bijak ‘24 Mei’

Setelah kurang lebih satu bulan berlayar sampailah mereka ke tanah harapan yaitu Bengkulu. Kedatangannya disambut kegembiraan oleh saudaranya Kayu Mentiring dan semua penduduk di desanya. Upacara perkawinan pun diadakan dengan sederhana.

Sementara itu di Negeri Aceh setelah keributan dan kekacauan dapat diatasi. Raja marah kepada Raden Cili dan semua pasukannya. Raja memerintahkan kepada  Raja Cili memimpin pasukan untuk menyerang Bangkahulu dan mengambil  Putri  Aceh. Pasukan disiapkan dengan perlengkapan dan persenjataan yang  cukup dan lengkap, serta persediaan makanan yang banyak.

Nantu Kesumo sudah menduga bahwa Raja Aceh  pasti akan menyusul putrinya.

Karena itu sebelum mereka datang ke Bengkulu, ia dan saudaranya Kayu  Mentiring memerintahkan kepada semua penduduk untuk siap siaga menghadapi segala kemungkinan, akibat serangan pasukan Raja Aceh. Benteng-benteng dibangun dan persenjataan dilengkapi, persediaan makanan pun diperbanyak.

Alkisah maka datanglah pasukan Raja Aceh yang dipimpin oleh Raden Cili sendiri. Pertempuran pun terjadi antara kedua pasukan itu. Tempat terjadinya pertempuran di suatu tempat yang sekarang bernama Bukit Aceh, terletak di  bagian utara Kotamadya Bengkulu.

Pasukan Aceh banyak yang tewas dalam pertempuran. Mayat-mayatnya tidak sempat dikuburkan hingga menimbulkan bau yang sangat busuk. Pasukan Nantu Kesumo tidak tahan jika terus menerus tercium bau yang sangat busuk itu, Mereka pun minta kepada Nantu Kesumo untuk menjauhi tempat itu. Nantu Kesumo menyetujui dan tempat yang dipilihnya adalah Gunung Bungkuk. Menurut cerita orang di Gunung Bungkuk masih terdapat perahu Rejung Kelam yang sudah Membatu.

Tidak berapa lama setelah pindah sementara ke Gunung Bungkuk, Kayu   Mentiring meninggal dunia. Ia meninggalkan  seorang anak bernama Bintang Roano. Konon menurut cerita, Bintang Roano meninggal di Bengkulu dan  jenazahnya dimakamkan di daerah yang sekarang bernama Pasar Anggut.  Sedangkan Nantu Kesumo sempat kembali lagi ke tempat semula, yaitu Bangkahulu, setelah bau mayat hilang. Nantu Kesumo dan Ratu Aceh hidup rukun dan bahagia, tapi sayang tidak mempunyai anak.***

Editor: Doris Susama

Sumber: Buku Cerita Rakyat Daerah Bengkulu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah