Huru-hara Berdarah di Benteng Kematian (Bagian 1)

- 18 Mei 2022, 11:11 WIB
Ilustrasi huru-hara berdarah benteng Kematian
Ilustrasi huru-hara berdarah benteng Kematian /

(Karya: Bang Hardi Bengkulu)

FAKTA:

Pada tanggal 4 November 1710, Wakil Gubernur Anthony Ettricke memanggil Pangeran Nata di Raja (Depati Bangsa Radin) yang merupakan Pangeran Selebar pada masa itu. Pemanggilan itu sebenarnya adalah bagian dari rencana keji untuk menyingkirkan Pangeran dari tahta kuasanya karena Pangeran Nata di Raja dinilai merugikan Inggris dalam perdagangan lada dengan masih bersikap baik terhadap Belanda (VOC) yang merupakan saingan terberat EIC.

Pangeran tua itu lalu ditangkap dan dibunuh oleh Inggris dengan tuduhan tidak memenuhi perjanjian menyediakan hasil lada yang telah ditetapkan. Saudaranya kemudian disekap di Fort York yang merupakan benteng pertahanan Inggris sebelum Fort Marlborough yang didirikan di Ujung Karang. Para keluarga kerajaan yang diusir dari kampung halamannya kemudian mencari tempat untuk berlindung di daerah pedalaman.

Selanjutnya, Pangeran Intan Ali, keluarga kerajaan selebar ditunjuk oleh Inggris sebagai raja Selebar yang baru. Inilah politik Inggris yaitu politik adu domba karena sebenarnya yang pantas menjadi raja adalah putera mendiang Pangeran Nata di Raja.

Sebelum kedatangan Wakil Gubernur Joseph Collet di Bengkulu pada tanggal 23 Juli 1712, para raja dan para Kepala Masyarakat Hukum Adat di pesisir Bengkulu diperlakukan secara kasar dan biadab dalam berdagang. Sikap Joseph Collet (1712-1716) yang baik terhadap raja dan masyarakat Bengkulu sempat mengendurkan ketegangan antara Inggris dan rakyat Bengkulu.

Namun sepeninggal Joseph Collet, hubungan itu kembali menjadi buruk karena penggantinya tidak dapat berlaku bijaksana sebagaimana Joseph Collet. Tahun 1719, pendirian Benteng baru di Ujung Karang selesai dirampungkan. Benteng itu diberi nama Fort Marlborough sebagai kenangan terhadap komandan Inggris yang terkenal “the first Duke of Marlborough”. Inggris pun meninggalkan benteng lama mereka, Fort York di daerah Pasar Bengkulu.

Hubungan Inggris yang buruk terhadap keluarga kerajaan Selebar pun mencapai puncaknya dengan diserangnya Benteng Marlborough oleh rakyat pada tanggal 23 Maret 1719 di bawah pimpinan putera mendiang Pangeran Nata di Raja, Seorang ulama disegani bernama Said Ibrahim, Pangeran Mangku Raja dari kerajaan Sungai Lemau dan Pangeran Intan Ali.

Mereka dapat menyerbu masuk ke dalam benteng dan membakar habis kantor-kantornya. Inggris dipaksa berlari dari tanah Bengkulu dan menuju ke Batavia.

Peristiwa jatuhnya benteng Marlborough itu ditetapkan sebagai hari jadi Kota Bengkulu karena hari bersejarah itu adalah lambang persatuan dari rakyat Bengkulu.


CERITA HARI PERTAMA

Terkepung……. Sadar dirinya telah terkepung musuh, lelaki setengah baya berpakaian mewah itu segera mencabut pedangnya. Sinar perak mencuat ketika pedang yang ia cabut keluar dari sarungnya.

Tak ada lagi tempat untuk berlari. Di kiri, kanan, depan dan belakang pasukan Inggris mengepungnya dengan senjata lengkap. Hanya ia dan saudaranya yang masih hidup, sedangkan pengawal mereka telah meregang nyawa di tembak Inggris. Komandan pasukan memberikan aba-aba untuk menahan tembakan.

“Pangeran Nata di Raja menyerahlah kalian sudah terkepung !” ucapnya keras
Lelaki berbaju mewah dengan penutup kepala khas rapi mendengus sebal.

“Sampai kapanpun aku takkan sudi bekerjasama dengan penjajah macam kalian” katanya lantang sambil membuang ludah ke tanah. Lelaki berbaju biru mewah yang tak lain dari adik dari Pangeran Nata di Raja segera berbisik.

“Kakanda, tampaknya situasi tidak menguntungkan bagi kita. Apa yang harus kita lakukan ?”
“Dinda, walau nyawa ini harus meregang di tangan penjajah ini, kita tak akan pernah menyerahkan bumi Selebar kepada mereka. Aku memilih bertempur secara ksatria dari pada menyerah namun kita tak bisa menegakkan kepala” Kata Pangeran Nata di Raja mantap.

Sang adik seperti mendapatkan kobaran api semangat yang luar biasa mendengar ucapan sang kakak.
“Kita di khianati kanda, ada seseorang yang sengaja menjebak kita ke Fort York ini kita seharusnya…….” Ucapan sang adik terputus ketika melihat Pangeran Nata di Raja menyerang barisan depan pasukan pengepung. Dengan gerakan kilat sabetan pedang pangeran Nata di Raja menjatuhkan tiga prajurit Inggris.

Mereka terkapar di tanah mandi darah dan segera meregang nyawa di tangan pedang sang pangeran. Sang pangeran mengamuk dahsyat, jurus pedang yang telah mencapai tingkat kesempurnaannya meminta banyak tumbal untuk pedangnya.

Satu persatu, serdadu pengepung bertumbangan ke tanah. Tak tinggal diam sang adik pun berlaku sama. Dua orang bangsawan kerajaan Selebar ini mengamuk dahsyat. Pedang keduanya bagaikan siuran angin yang mencabut nyawa musuh.


Komandan serdadu memberikan aba-aba dengan tangan terangkat. Ketika tangan di gerakkan dengan cepat ke bawah, letusan puluhan senapan memenuhi udara. Asap mesiu segera mengepung tempat itu. Untuk sesaat tak ada suara. Namun sesaat kemudian..
“Crasss”

Komandan pasukan menjerit keras. Kepala anak buahnya yang berdiri di depannya tertebas benda amat tajam dan menggelinding di tanah. Melihat ke depan ia melengak kaget. Pangeran Nata di Raja dan sang adik yang ia kira telah tewas tertembak ternyata tidak cidera sama sekali. Hanya baju mewah mereka yang sobek diterjang peluru. Pertempuran masih berlanjut dahsyat dengan jumlah tak seimbang.


Di tengah berkecamuknya perang sekelebat bayangan hitam masuk dalam pertempuran. Satu serangan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi menyerang ke arah pangeran Nata di Raja. Sang Pangeran yang berkepandaian silat tinggi ini merasakan desiran angin halus dari samping.

Kakinya segera saja dihentakkan ke tanah tubuhnya melenting tinggi hingga pukulan tersebut memapas angin kosong. Jurus yang dikeluarkan sang pangeran ini bernama jurus “Bangau Melompek air tepercik”.

Dari atas ia dapat melihat sesosok tubuh berjubah hitam. Ia segera pula menyerang dengan pukulan “Angin puting beliung”. Angin yang kencang dan dahsyat membuat dua serdadu terpental. Yang diserang malah enak-enakan saja mengebutkan jubahnya.

“Des…. Des”
Pangeran Nata di Raja melengak kaget. Jarang ada lawan yang bisa lolos dari pukulan “Angin puting beliung” tersebut. Namun lawan yang satu ini dapat dengan mudah mematahkan serangannya. Ini menandakan orang bertopeng tersebut adalah orang yang memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi.

“Kanda Awas…….!” Adik pangeran berteriak mengingatkan. Namun terlambat, satu pukulan tepat menghantam kepala sang Pangeran tua tersebut. Tubuhnya mencelat lima tombak ke muka. Sang adik yang melihat tubuh kakaknya terkena hantaman mematikan tersebut, segera mencecar orang bertopeng tersebut dengan jurus-jurus pedang yang mematikan.

Dua jurus orang bertopek terdesak. Namun memasuki jurus ketiga justru adik pangeran Nata di Raja yang terdesak. Setelah bertempur selama hampir sepuluh jurus, walau adik sang Pangeran bersenjata namun manusia bertopeng itu justru berhasil mendesaknya dengan hebat.
“Bukkk”

Satu pukulan keras tepat menghantam perutnya. Adik pangeran mengeluh seperti kerbau dipotong. Tubuhnya melosoh ke tanah tak sadarkan diri. Manusia bertopeng tersenyum senang, dua orang pangeran berhasil ia taklukkan dengan mudah.

Namun alangkah kagetnya manusia bertopeng dan orang yang ada disana, tubuh Pangeran Nata di Raja yang jelas-jelas tadi kena hantaman pukulan manusia bertopeng ternyata tidak ada di tempatnya rebah.

Kekagetan orang-orang disana dipecahkan dengan satu seruan keras serdadu Inggris. Perutnya tertusuk sebilah tombak. Tak tunggu lama serdadu ini tewas dengan luka yang mengerikan.

Semua mata sekarang menatap ke arah atap sebelah kiri Benteng Fort York. Tegak sosok tubuh Pangeran Nata di Raja. Rambutnya yang panjang riap-riapan menutupi mukanya yang berdebu. Manusia bertopeng melengak kaget.

“Ternyata benar berita yang ku dapat ia menguasai ilmu “Kebal Rago” tak mempan pukulan maupun senjata” Batinnya.

Komandan serdadu sekali lagi memberikan isyarat. Letusan puluhan pucuk senjata kembali terdengar. Lagi-lagi Pangeran Nata di Raja tidak mempan terkena tembakan. Jangankan luka tergores pun tidak. Kali ini manusia bertopeng segera naik ke atas atap.

“Nata di Raja aku sudah lama menunggu saat-saat seperti ini, ayo hadapi aku” tantang manusia bertopeng.

“Manusia bertopeng laknat, antek penjajah siapa dirimu sebenanrnya?” Tanya sang Pangeran. Suaranya menggelegar karena menggunakan tenaga dalam tingkat tinggi.

“Kau boleh tanya pada setan-setan neraka !” selesai berkata demikian manusia bertopeng segera menyerang sang Pangeran dengan jurus – jurus mautnya. Pertempuran sengit pun terjadi.

Jika ditilik jelaslah tekhnik silat yang dimiliki manusia bertopeng ini berada satu dua tingkat di atas sang Pangeran. Namun, beberapa kali pukulan yang bisa meremukkan batu menghantam tubuh sang Pangeran, justru sang Pangeran tua ini tertawa terbahak-bahak.

Jurus “Kebal Rago” memang jurus yang luar biasa dan langka. Hanya anak keturunan raja Selebarlah yang mampu menguasai jurus dahsyat nan langka ini.

Dua puluh jurus telah lewat. Jika tadi manusia bertopeng berada di atas angin, sekarang giliran sang Pangeran mendesaknya. Berkali-kali pukulan pangeran hamper mengenai bagian tubuhnya yang vital. Satu tinju mengarah ke arah dada manusia bertopeng, namun masih sempat terlihat olehnya. Adu pukulan tak terelakkan.

“Bukk”
“Bukk!”
Masing-masing terjajar ke belakang. Darah Pangeran Nata di Rja seolah tersendat karena bentrokan pukulan tadi, sedangkan manusia bertopeng meringis menahan sakit memegangi tangannya yang beradu tinju. Melihat peluang itu sang pangeran segera mengeluarkan jurus andalannya. Tangannya berubah menjadi hijau pekat seperti lumut.

“Pukulan Racun Putri Hijau” kata manusia bertopeng tercekat.

Secepat kilat, tangan sang Pangeran menghantam. Selarik sinar hijau menyilaukan mata melabrak kea rah manusia bertopeng. Tak ada waktu untuk menghindar. Namun tiba-tiba dengan kecepatan kilat, manusia bertopeng mencabut keris yang disarungkan di pinggang belakangnya. Sinar keemasan menyeruak menghadang sinar hijau.

“Bummmm’
“Bummmm”
“Bummmm”
Ledakan dahsyat membuat benteng Fort York bergetar hebat. Pangeran Nata di Raja mencelat mental dan muntahkan darah segar. Sedangkan manusia bertopeng terjatuh ke bawah namun masih bisa menjejak bumi. Mukanya pucat seolah tak berdarah. Pangeran Nata di Raja berdiri. Hatinya tercekat melihat keris yang berada di tangan manusia bertopeng.

“Keris Liku Sembilan!!”
Manusia bertopeng tertawa
“Benar Nata di Raja, kau boleh bangga memiliki jurus kebal Rago, tapi kau tentu terkejut melihat keris ini bukan ? satu-satunya senjata yang bisa membunuhmu”
“Darimana kau mendapatkannya, Pencuri ?!”
“Tak perlu kau tahu Nata di Raja, karena keris ini sudah haus akan darahmu”

Kembali pertempuran berlangsung. Pangeran Nata di Raja mengeluarkan semua kekuatan dan kemampuan yang ia miliki. Namun sayang, keris sakti tersebut seolah menekan tenaga dalamnya. Manusia bertopeng dalam satu gerakan berhasil memnbuka pertahanan Pangeran. Dalam gerakan yang disebut “Akar Mengujam tanah” ia berhasil mendesak hebat Pangeran dan…..
“Crasss”

Keris menusuk dada sang Pangeran tua dengan dalam. Sang Pangeran memekik. Ilmu kebal Ragonya hilang. Darah mengucur deras. Tangan kiri sang Pangeran sempat melepaskan topeng sang pembunuh.
“Kau…..!”

Hanya itu yang terdengar dari mulutnya setelah itu ia rebah ke tanah bermandikan darah. Serdadu Inggris segera menyerbu tubuh tak bernyawa sang Pangeran. Ada yang menembak ada yang mencincangnya. Hujan deras pun turun membasahi benteng itu.***

 

Editor: Iyud Dwi Mursito


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x