Menggagas Bengkulu Sebagai Kota Museum, Banyak Potensi Cagar Budaya dan Bangunan Bersejarah yang Dimiliki

9 Mei 2022, 03:21 WIB
Foto-foto cagar budaya yang ada di Kota Bengkulu/foto; beritalima.com/ /

BENGKULU, kota pesisir dengan luas wilayah lebih kurang 151,7 km² yang terletak di pesisir barat bagian selatan pulau Sumatera. Manuskrip beraksara Arab Melayu menyebutkan nama Bangkahulu.

Ada juga naskah ulu yang ditulis pada bambu menyebutkan nama Bangkulu. Kolonial Inggris (1685) menamakannya Bencoolen selanjutnya Belanda (1825) menyebutnya Benkoelen.

Naskah Melayu abad ke 17 memberitakan di sekitar muara Sungai Serut, yaitu Mudik Kualo Air (Sungai Bengkulu sekarang), di sebelah kanan adalah Bangkulu Tinggi, disana terdapat kerajaan kecil dengan raja pertamanya Ratu Agung (Siddik,1996 : 1-2).
Sumber Banten mengabarkan pada abad ke 16 dan 17 di Bangkahulu berkembang beberapa kerajaan kecil berbentuk federasi yang dipersatukan berdasarkan genealogis dan adat. Kerajaan-kerajaan itu yakni : Sungai Serut, Selebar, Depati Tiang Empat, Sungai Lemao, Sungai Itam, dan Anak Sungai. Kerajaan itu terkenal sebagai penghasil lada terbaik di jamannya.

Pada tanggal 24 Juni 1685 Inggris mendarat di Bengkulu. Setelah melalui perundingan yang cukup alot, elit Bengkulu mengizinkan Inggris menetap dan memperoleh monopoli perdagangan lada, sebagai imbalan Inggris akan melindungi Bengkulu dari Belanda.

Pada tanggal 12 Juli 1685 bendera Inggris mulai dikibarkan di sebuah bukit kecil dipinggir sungai Serut (Alan Harfield : 1995. A History of the Honourable East India Company’s Garrison on the West Coast of Sumatra 1685 – 1825). Mereka juga medirikan gudang, kantor, perbentengan dan bangunan lainnya, kemudian mereka namakan satlemen Bencoolen.

Rumah Pengasingan Bung karno

Tinggalan kolonial Inggris tersebar hampir diseluruh wilayah provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu sebagai pusat kolonialnya banyak ditemukan bangunan kolonial seperti benteng, gedung, monumen, perkuburan dan lainnya. Disamping itu, di kota Bengkulu juga terdapat situs cagar budaya lainnya sebagai potensi kekayaan sejarah budaya Bengkulu.

Tinggalan kolonial di Bengkulu adalah bukti keberadaan imperelisme sekaligus simpul sejarah perjuangan para elit dan rakyat Bengkulu dalam menegakkan eksistensinya sebagai bangsa beradat. Kokohnya bangunan benteng Marlborough merupakan simbol ketakutan yang menimbulkan ketidaknyamanan Inggris di Bengkulu.

Semua ini berawal dari prilaku culas wakil gubernur Anthony Ettricke yang membunuh pangeran Nata di Raja pada 4 November 1710 di fort York, kemudian memenjarakan kerabatnya serta mengangkat Pangeran Intan Ali sebagai penggantinya. Klimaks dari situasi ini adalah pendudukan benteng Marlborough oleh para elit dan rakyat Bengkulu 17 Maret 1719, sehingga Inggris harus meninggalkan Bengkulu. Peristiwa ini menjadi momen penetapan hari lahir kota Bengkulu.

Kembalinya Inggris beberapa tahun kemudian masih berlanjut dengan berbagai tragedi yang membuat ketidaknyaman mereka karena perlawanan yang tak pernah pudar dari para elit Bengkulu. Semua ini terekam dalam catatan sejarah Inggris dan memori kolektif masyarakat Bengkulu sebagai mozaik sejarah yang harus dirangkai ulang untuk menggugah kesadaran kolektif kita sebagai orang Bengkulu, dan pengetahuan bagi orang yang berkunjung ke bumi Bangkahulu.

Thomas Par/net/

Rangkaian mozaik tersebut tersimpul pada bangunan bersejarah dan cagar budaya yang ada dalam kota Bengkulu dalam kemasan konsep museum. Dalam konteks museologi dapat disamakan dengan konsep museum alam terbuka yang koleksinya tediri dari objek cagar budaya berupa bangunan bernilai sejarah budaya dan yang bersifat monumental serta material alam dan lingkungan pendukungnya.

Kota Bengkulu karena potensi cagar budaya dan bangunan bersejarah yang dimilikinya, bisa dikategorikan sebagai museum. Hal ini sesuai dengan pengertian museum dalam pasal 1 ayat 1 PP 66/2015 tentang museum yang berbunyi : museum sebagai lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

Koleksi museum menurut pasal 1 ayat 3 PP 66/2015 : Koleksi Museum yang selanjutnya disebut Koleksi adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan atau pariwisata.

Berdasarkan ketentuan ini, maka cagar budaya baik yang bergerak maupun tidak dapat dikategorikan sebagai koleksi museum. Cagar budaya bergerak dimaksudkan disini adalah benda cagar budaya yang dapat dipindahkan. Sedangkan yang tidak bergerak bersifat tetap dan tidak dapat dipindahkan keberadaannya, bisa berwujud bangunan/gedung, monumen, struktur dan lainnya.

Rumah Gubernur Thomas Stamford Raffles yg sekrng menjadi rumah dinas Gubernur/foto/ cici/

Di sekitar kelurahan Pasar Bengkulu yang sekarang dikenal sebagai Kawasan Kota Tuo terdapat situs fort York, masjid tuo, dan beberapa rumah tradisional. Kawasan ini telah mulai ditata sebagai objek wisata, tugas selanjutnya adalah menambahkam informasi seperti halnya label pameran museum, sehingga akan memberikan ruang komunikasi pengunjung dengan objek.

Kawasan kota Tuo mengkomunkasikan pesan khusus mozaik sejarah Bengkulu karena disinilah bermulanya persiteruan kolonialisme Inggris dengan para elit dan rakyat Bengkulu yang kemerdekaannya terampas oleh nafsu imperealisme. Fragmen kota Tuo diakhiri dengan berdirinya monumen perjuangan mengenang patriotisme rakyat Bengkulu membela proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pada kawasan sekitar pasar Baru Koto dan Tapak Paderi yang masa Inggris dikenal sebagai kawasan gubernuran berdiri : fort Marlborough, tugu Thomas Parr, bangunan kantor Pos lama, gedung landraad/ pengadilan lama, bunker, situs gerga tabot, Pecinan, serta bangunan bersejarah lainnya.

Tak jauh dari lokasi ini juga terdapat makam Sentot Ali Basya, masjid Jamik, gedung SMP I Bengkulu, bekas sekolah Mulo di Pondok besi dan lainnya.

Di sekitar Pasar Baru terdapat komplek makam Inggris, tugu Hamilton, menara Tower Air. Sementara di sekitar Anggut ada rumah bekas pengasingan Bung Karno, rumah Fatmawati (tepatnya kita sebut sebagai museum Fatmawati).

Disamping itu komplek makam Syeikh Burhanuddin penyebar Islam di Bengkulu merupakan situs religi dan akhir akhir ritual Tabut. Agak kepinggir kota arah selatan didaerah Pekan Sabtu terdapat benteng Tanah yang juga tinggalan kolonial Inggris.

Baca Juga: Kantor Pos Lama Bengkulu Layak Dijadikan Museum Pos, Memiliki Nilai Sejarah Penting pada Awal Kemerdekaan

Konsep kota museum atau museum terbuka pada tataran teknis operasional akan sangat efektif dalam upaya pelestarian dan penyebaran informasi objek, karena statusnya sebagai koleksi selalu mendapat perhatian langsung dari petugas lapangan setiap hari terutama kebersihan objek dan lingkungan sekitarnya. Hal lain adalah objek akan lebih dikenal karena menjadi destinasi wisata terpadu sehingga informasi objek akan lebih memasyarakat.

Program ini tentunya juga akan bersentuhan lansung dengan masyarakat sekitar objek dan mereka terlibat langsung dalam upaya pelestarian dan publikasi yang dapat meningkatkan sektor ekonomi kerakyatan.

Rumah panggung arsitetur tradisional Bengkulu yang terdapat disekitar objek seperti di kawasan kota tuo dan Pasar Baru diberdayakan sebagai rumah singgah maupun home stay dalam bingkai museum alam.

Nuansa tradisional yang dihadirkan dengan kemasan kekinian akan memberi kesan pada pengunjung seolah mereka “tersasar” pada suasana masa lampau yang dihadirkan kembali. ***

Penulis: Drs. Muhardi, M.Hum
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kota Bengkulu
Anggota PMMI (Perkumpulan Magister Museologi Indonesia)

 

 

 

 

Editor: Iyud Dwi Mursito

Tags

Terkini

Terpopuler