Astagfirullah!, Larangan Ini Wajib Dijauhi Bagi Orang Yang Akan Berkurban

- 24 Juni 2022, 21:44 WIB
Berkuban bukan hanya sekadar menyembelih hewan kurban. Namun kita perlu mengetahui larangan yang wajib dihindari bagi orang yang akan berkurban/Pinterest
Berkuban bukan hanya sekadar menyembelih hewan kurban. Namun kita perlu mengetahui larangan yang wajib dihindari bagi orang yang akan berkurban/Pinterest /

IKOBENGKULU.COM/PRMN - Sebentar lagi, umat Islam akan menyambut hari raya Idul Adha

Seperti kita ketahui, pada hari raya Idul Adha ini, banyak dari mereka yang mampu menunaikan ibadah kurban untuk berkurban.

Di samping mengeluarkan harta untuk biaya pembelian hewan kurban. Seseorang yang akan berkurban mesti mengetahui larangan-larangan sebelum berkuban. Apa sajakah larangan tersebut? dan bagaimana hukumnya?

Dikutip IKOBENGKULU.COM/PRMN dari buku Fikih Kurban karangan Al-Ustadz Hari Ahadi menjelaskan perihal larangan-larangan yang wajib dihindari bagi orang yang akan berkuban. Berikut ulasannya.

Baca Juga: Apakah Boleh Berkurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal?, Berikut Penjelasannya Menurut Syariat

Orang yang akan berkurban harus mengetahui bahwa ia tidak boleh memotong rambut, kuku, maupun kulitnya saat masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai ketika hewan kurbannya disembelih.

Hal ini didasarkan pada dua hadits dari Ummu Salamah r.a, yakni sebagai berikut

Rasulullah SAW bersabda: "Jika telah tiba sepuluh hari awal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mencukur rambut dan memotong kulitnya sedikit pun". (HR Muslim)

Rasulullah SAW juga bersabda dalam salah satu hadis lain: "Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, hendaknya ia tidak memotong rambut dan kukunya". (HR Muslim)

Perlu kita ketahui, setidaknya ada dua pembahasan yang dapat kita angkat dari riwayat di atas, yakni:

1. Bentuk amalan yang dilarang dalam hadits di atas

Imam Nawawi berkata: "Maksud larangan dari memotong kuku mencakup dengan cara dipotong, dipatahkan, atau cara apa pun. Sedangkan larangan dari memotong rambut mencakup menggundul, memendekkan, mencabut, membakar, memakaikan perontok rambut, dan lain-lain; hukumnya sama, baik rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, ketiak, kumis, kepala, maupun tempat lain di tubuhnya".

2. Haram atau makruh?

Ulama berbeda pendapat tentang hukum larangan dalam hadis di atas. Menghindarinya sama sekali jelas paling selamat.

Adapun pendapat para ulama, diantaranya sebagai berikut.

Madzhab Imam Syafi'i menyatakan bahwa memotong rambut, kulit, dan kuku saat telah masuk bulan Dzulhijjah (bagi yang akan berkurban) ialah makruh (tidak sampai haram, yang maknanya kalaupun dilakukan maka tidak berdosa).

Ulama Syafi'iyyah menjelaskan, meski hadis dari Ummu Salamah di atas berisikan larangan dari Nabi Muhammad SAW yang hukum asal larangan berarti 'haram'. Namun, terdapat hadis lain yang memalingkan hukum haram tersebut menjadi makruh.

Yaitu hadis Aisyah r.a dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim, beliau menyatakan: "Aku pernah mengalungkan tanda hewan kurban pada hadyu milik Rasulullah SAW dengan kedua tanganku, lalu beliau menuntunnya sendiri secara langsung kemudian mengirimkannya bersama ayahku (ke tanah haram). Sesudah itu, tidak ada satu pun perkara-perkara yang Allah halalkan yang menjadi haram atas Rasulullah SAW sampai ketika hewan itu disembelih".

Dalam hadis ini bahkan Rasulullah SAW tidak hanya ingin, namun sudah mengantar hewannya ke tanah haram; bersamaan dengan itu -kata Ummul Mu'minin Aisyah- tidak ada satu pun yang menjadi haram atas Rasulullah SAW.

Jadi maknanya; larangan yang terdapat dalam hadis Ummu Salamah sebatas makruh, tidak sampai pada tingkatan haram.

Sedangkan menurut madzhab Hanbali, Ishaq, dan Dawud serta ulama-ulama yang lain, melakukan hal-hal yang disebutkan dalam hadis Ummu Salamah di atas hukumnya haram.

Berpegang pada lahiriah hadis tersebut yang konteksnya larangan dan hukum asal larangan ialah haram.

Imam Ibnul Qayyim memiliki sanggahan terhadap pendalilan yang digunakan oleh madzhab Syafi'iyyah di atas, beliau mengatakan: "Hadis Aisyah hanyalah menunjukkan bahwa orang yang telah mengantar hadyu-nya dalam keadaan masih tinggal bersama keluarganya; statusnya tetap halal. Statusnya tidak berubah menjadi muhrim 'orang yang ihram' hanya karena sudah mengantar hadyu.

Hal ini merupakan sanggahan terhadap sebagian salaf yang mengatakan bahwa orang yang sudah mengantar hadyu statusnya menjadi seperti orang yang berihram. Oleh karenanya, Aisyah menyebutkan riwayat ini ketika beliau mendengar pendapat tersebut.

Sedangkan hadis Ummu Salamah berisikan penjelasan bahwa orang yang ingin berkurban jangan memotong rambut dan kukunya saat telah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

Maka di mana letak pertentangan antara hadis Ummu Salamah dan Aisyah di sini?! [Artinya, konteks hadis Ummu Salamah dan Aisyah ini berbeda, sehingga tidak tepat jika dihadapkan satu sama lain].

Oleh karenanya, Imam Ahmad dan selain beliau hakikatnya mengamalkan kedua riwayat ini sekaligus. Namun, hadis Aisyah diamalkan sesuai konteksnya dan hadits Ummu Salamah juga diamalkan sesuai konteksnya".

Dari uraian dua pendapat di atas, pendapat kedua yang mengatakan haram untuk melakukan hal-hal yang tersebut dalam hadis Ummu Salamah di atas lebih kuat.

Sebagai tambahan, ada tiga hal penting pula yang mesti kita ketahui dalam pembahasan ini:

  • Larangan di atas tidak berkaitan dengan keabsahan kurban seseorang. Sehingga kalaupun dia melanggarnya, kurbannya tetap sah. Namun, dia harus beristighfar kepada Allah atas perbuatan tersebut karena telah melakukan perbuatan yang diharamkan.
  • Larangan dalam hadis Ummu Salamah tertuju khusus pada orang yang berkurban, berdasarkan pada teks hadis. Istri dan anak-anak tidak termasuk. Sebab Rasulullah SAW sendiri tatkala berkurban dan mengikutsertakan keluarga beliau dalam hal pahala; tidak dinukilkan bahwa beliau memerintahkan keluarganya agar jangan melakukan hal-hal yang tersebut di atas.
  • Jika kondisinya memang mengharuskan untuk memotong rambut, kulit, atau kukunya (kondisi darurat); maka tidak masalah dilakukan. Satu hal yang telah menjadi kaidah dasar dalam Islam, bahwa sesuatu yang darurat membuat hal yang terlarang menjadi boleh sampai kondisi daruratnya hilang.

Makna larangan dari memotong kuku dan rambut tentu jelas. Lalu apakah mungkin ada orang yang memotong kulit tubuhnya? Ya, ada. Seperti khitan (sunat) dan mengelupas kulit mati yang berada di telapak tangan atau telapak kaki; sehingga termasuk perbuatan yang terlarang bagi orang yang akan berkurban ialah melakukan dua hal ini pada saat sudah masuk bulan Dzulhijjah sampai hewan kurbannya disembelih. ***

Editor: Ade Julian

Sumber: Buku


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah