Cerita Rakyat Daerah Bengkulu - Sejarah Persahabatan Bengkulu dan Aceh

24 Mei 2022, 12:22 WIB
Pangeran Cakrabuana, Putera Mahkota Pajajaran Pendiri Kesultanan Cirebon, Berikut Keturunanya/ilustrasi tangkap layar dari kanal youtube @yulia morgan /

IKOBENGKULU.COM – Cerita Rakyat ini menceritakan tetang sejarah hubungan antara Aceh dan Bengkulu. Cerita ini telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat sebagai pengingat agar tidak melupakan kisah Raden Alit.

Berikut cerita Sejarah Persahabatan Bengkulu dan Aceh.

Konon pada zaman dulu di sebuah kampung tinggallah tiga orang bersaudara. Yang tertua bernama Raden Alit, adiknya Rindang Papan dan yang bungsu bernama Lemang Batu. Mereka hidup rukun dan damai. Ke bukit sama mendaki ke lembah sama menurun, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Baca Juga: 10 Ide Caption Whatsapp dan Instagram yang Keren dan Estetik

Pada suatu hari terlintas dalam pikiran Raden Alit bermaksud untuk merantau menambah pengalaman. la pun pergi meninggalkan kampung halaman, merantau di negeri orang. Ia berjalan seorang diri, belum ada ketentuan tempat yang menjadi tujuannya. Banyak cobaan-cobaan yang ditemuinya selama dalam perjalanan. Semua cobaan yang dialami merupakan pengalaman yang berharga baginya. ltulah maksud ia merantau.

Setelah beberapa hari berjalan berhentilah ia di dusun Lubuk Pandan, suatu dusun di sekitar daerah Muara Lakitan. Di dusun itu ia bertemu dengan seorang perempuan setengah baya bersama seorang anak gadisnya sedang menjaga jemuran padi. Perempuan itu seorang janda yang mempunyai dua orang anak perempuan. Kata perempuan itu kepada Raden Alit, “Hai anak muda, Silahkan singgah di rumah kami.” Mendengar tegur sapa perempuan itu Raden Alit pun berhenti. Kemudian berkata, “Terima kasih bu”. “Dari manakah kau dan siapa yang kau cari?” Tanya perempuan itu.

“Saya datang dari jauh ingin mencari pengalaman hidup di negeri orang”. Jawab Raden Alit.

Kerendahan hati dan keramahan Raden Alit, disertai dengan wajahnya yang tampan membuat perempuan itu kagum terhadapnya. Sampai-sampai dengan tidak disadari ia berkata, “Hai anak muda, sungguh sangat disayangkan, yang tua sudah lewat, sedangkan yang muda belum sampai”.

Mendengar kata ibunya, anak gadis itu tersenyum malu-malu sambil melirik kepada Raden Alit. Yang tersirat kemudian pun melirik. Sehingga bertemulah pandangan keduanya. “Alanglah manisnya gadis ini,” kata Raden Alit dalam hatinya. Oleh karena itu berniatlah Raden Alit untuk menetap di desa itu.

Setelah beberapa lama ia tinggal di desa itu, ia dapat memastikan  akan  kebaikan  hati  dan  kehalusan  budi  bahasa  gadis itu. Disampaikannya kepada perempuan  itu   maksud   hatinya akan meminang anak gadisnya. Pinangnannya diterima dengan senang hati, sebab kerendahan hati, keramahan  serta kehalusan budi bahasanya sudah menjadi buah bibir penduduk di desa itu. Lebih­lebih perempuan itu sejak pertemuan pertama sudah mengaguminya. Maka diadakanlah selamatan sekadarnya untuk merayakan pertunangan Raden Ali dengan gadis itu.

Baca Juga: Fakta-Fakta Unik Pernikahan Maudy Ayunda Menikah dengan Jesse Choi

Raden Alit kembali ke Bengkulu untuk memberitahukan kepada saudara-saudaranya tentang pertunangannya itu. Sebelumnya kepada tunangannya ia berpesan seraya berkata, “Hati-hatilah menjaga  diri, dan tetapkanlah  hatimu  untuk  setia hanya kepada kakanda. Jangan terpengaruh dengan harta ataupun pangkat". Gadis  itu   menangguk  tanda akan mematui pesan tunangannya.

Tidak berapa lama setelah Raden Alit kembali ke Bengkulu, datanglah anak raja Aceh ke desa itu. Maksud semula ialah merantau mencari pengalaman.

Namun seperti juga Raden Alit ia bertemu dan tertarik kepada gadis di desa itu, yaitu tunangan Raden Alit.

Anak  Raja  Aceh  tidak  mengetahui  bahwa  gadis  itu  sudah bertunangan. Ia pun berusaha untuk memikatnya. Dibujuknya serta dirayunya gadis itu. Diberinya janji-janji yang menyenangkan. Maklumlah anak raja. Ia dapat memenuhi apa saja yang diminta, dan diingini orang. Meskipun demikian tunangan Raden Alit itu tetap tidak mau menerima bujuk rayu anak raja Aceh.

Padahal kalau dibandingkan anak raja Aceh itu jauh lebih gagah dan perkasa dari Raden Alit. Gadis itu selalu ingat kepada pesan tunangannya.

Anak raja Aceh menjadi penasaran karena cintaya ditolak. Ia pun bermaksud membawa lari gadis itu dengan paksa. Akhirnya maksudnya tercapai untuk membawa gadis itu ke Aceh.

Kedatangan anak raja Aceh di negerinya disambut dengan meriah, karena ia telah membawa calon istrinya. Harl itu diadakan jamuan makan secara besar-besaran dan semua rakyat diundang. Tak  lama  kemudian  sepeninggal  anak  raja Aceh,  Raden Alit berangkat dari Bengkulu ke Lubuk Pandan akan menemui tunangannya.  Tapi apa hendak  dikata, tunangannya telah dilarikan orang. Setelah ia mengetahui peristiwa yang dialami tunangannya, Raden kembali ke Bengkulu memberitahukan kepada saudaranya, bahwa ia akan menyusul tunangannya ke Aceh. la berpesan kepada saudaranya, apabila tiga bulan lamanya ia tak kembali, supaya saudaranya menyusul ke Aceh.

Berhari-hari lamanya Raden Alit berjalan, tak menghiraukan siang dan malam. Dengan hati yang duka ia berjalan seorang diri tak mengenal lelah dan rasa takut. Yang dipikirkan tak lain ialah bagaimana keadaan tunangannya sekarang.

Baca Juga: 9 Hadiah yang Paling Disukai Cewek, Cowok Harus Ngerti

Pada suatu malam tibalah Raden Alit di pinggir air tempat pemandian Raja Aceh. Duduklah Raden Alit berpikir bagaimana akal supaya di dapat masuk ke istana untuk menemui tunangannya  Sementara  ia  berpikir  timbul  akalnya akan  menjelma jadi seorang bayi yang baru lahir. Oleh karena kesaktiannya, pada waktu menjelang subuh, ia telah menjelma sebagai seorang bayi yang baru lahir.

Bayi itu terbaring di pinggir jalan tempat pemandian Raja Aceh. Ketika Raja pergi mengambil air sembahyang subuh ke tepian mandi, terlihat olehnya bayi tadi sedang menangis.

Raja terkejut bukan kepalang. “Bayi siapakah ini?” tanya Raja dalam hatinya. Ia segera membawa bayi itu pulang ke istana.

Pagi harinya Raja mengumpulkan rakyat memberitahukan bahwa ia telah menemukan seorang bayi di pinggir jalan tempat pemandiannya. Raja menanyakan kepada rakyat, siapa yang membuang bayi di tempat itu. Akan tetapj semuanya mengatakan tidak ada, malah semuanya menjadi heran dan terkejut.

Oleh karena rakyat tidak ada yang mengakui, maka pada saat itulah Raja mengangkat bayi itu sebagai anaknya, anak satu jadi dua, karena Raja hanya mempunyai satu orang anak.

Pesta perkawinan anak Raja Aceh telah mulai disiapkan. Maklum saja pesta anak raja, tujuh hari tujuh malam lamanya. Esok harinya karena kesaktiannya, bayi tadi sudah bisa menelungkup. Di hari berikutnya bayi itu sudah pandai merangkak, tiga hari kemudian sudah  bisa berjalan, di hari keempat bisa berlari di halaman. Maka mulailah bermain-main bersama temannya. la bermain di muka Mahligai, yaitu main kalah pasang namanya. Siapa kalah itulah yang memasang. Akan tetapi ini lain  daripada yang  lain. Apabila dia kalah ia yang memasang, dan bila ia menang masih juga ia yang memasang.

Pada saat memasang buah ia berhitung, satu dua tiga empat, empat lima enam tujuh. Alang kemalang kau sukat, melayani bukan tunangan tubuh.

Maksudnya dia memberi sindiran pada anak raja Aceh yang sedang duduk menyaksikan anak-anak yang sedang bermain.

Begitulah berhari-hari kerjanya, main sambil berhitung.

Tibalah di hari yang keenam. Pada hari itu di Mahligai diadakan tarian bujang dan gadis. Seruling serdam mulai dibunyikan, gung kulintang dilagukan, sehingga meriahlah suasana di saat itu.

Khalayak ramai ikut berbondong-bondong datang menyaksikan pesta tersebut. Anak angkat raja pada saat itu memakai pakaian kerajaan.

Bukan main gagahnya  pada  malam  itu,  sehingga  orang-orang yang ada di sana kagum melihatnya.

Calon  istri  anak  raja Aceh  mengetahui bahwa  itu  adalah Raden  Alit,  tunangannya  yang dahulu, akan tetapi semua orang yang ada di sana tidak mengetahui hal itu. Bermacam-macam tarian telah  diadakan pada  malam itu.  Tibalah giliran anak angkat raja untuk menari di mahligai. Raja menitahkan padanya supaya ia memilih sendiri pasangannya untuk menari. Ia tetap diam, tak mau berdiri.  Setelah  raja menanyakan  yang kedua kalinya, barulah ia menjawab, “Kalau boleh saya ingin menari bersama sang putri.” Raja  menanyakan  apakah  sang  putri  bersedia  atau  tidak. Sang putri menganggukan kepala menyatakan ia bersedia untuk menari. Hal  ini  memang  telah  lama  dinantikan oleh  sang  putri, sebab ia mengetahui pasangannya itu adalah tunangannya. Sejak. saat itu ia  mulai  menari, hingga hampir subuh mereka tak pernah berbenti. Semua tarian mereka bisa melakukannya. Penonton jadi heran melihat keadaan yang demikian.

Baca Juga: 4 Cara Nembak Cewek Anti Ditolak, Nomor 3 Paling Sering Dilakukan Cowok

Kemudian berdirilah seorang dukun menghampiri raja dan ia mengatakan  bahwa  yang menari itu  bukan  lagi  manusia, tetapi itu  hanyalah  bayangan. Sedangkan  orangnya  sudah  pergi dari istana inti Mendengar hal itu raja menjadi terkejut dan hampir pingsan  dibuatnya.  Anak  raja Aceh  turun  dari  singgasana, ingin ia rasanya berontak. Tetapi apa boleh buat, semuanya telah terjadi. Acara  segera  dihentikan, dan terjadilah keributan di tengah-tengah kegembiraan. Suasana jadi kacau, mencari sang putri ke sana ke mari. Namun mereka tak ada lagi di sekitar istana.

Puaslah rasa hati Raden Alit telah berhasil dapat merebut kembali tunangannya.

Di waktu menjelang subuh, ada salah seorang perempuan pergi mencuci beras ke tepian.

Terlihatlah oleh perempuan itu mereka sedang duduk di pinggir kali. Perempuan itu cepat-cepat. pulang, segera  memberitahukan peristiwa itu kepada raja. Raja segera memerintahkan pada hulubalangnya menyusul untuk menangkap mereka.

Akan tetapi Raden Alit telah membawa jauh-jauh tunangannya dan disembunyikan di suatu  tempat. Kemudian  Raden Alit kembali  lagi,  lalu mengadakan  perlawanan  terhadap  pasukan Aceh. Terjadilah pertumpahan darah yang sangat hebat. Raden Alit itu memang benar-benar orang yang sakti. Hampir sehari penuh lamanya pertempuran tersebut berkecamuk.

Pada malam harinya, Raden Alit  sudah merasa lelah,  lalu ia meninggalkan tempat itu sambil berkata, “Kalau kalian tidak puas, datanglah  ke tempat kami”. Lalu ia menjemput tunangannya dipersembunyian dan segera berangkat dari tempat itu, menuju Bengkulu.

Lama kelamaan tibalah  mereka di Ujung  Karang, Tapak Paderi sekarang. Ketika datangnya Raden Alit, Rindang Papan dan Lemang Batu telah ada menunggu di sana. Raden Alit menceritakan peristiwa yang dialaminya dan memberitahukan yang akan terjadi. Lemang Batu menyatakan bahwa ia telah bersedia untuk dijadikan  peluru  meriam,  jika  pasukan Aceh  datang menyerang.

Kira-kira dua hari kemudian tampak di tengah-tengah lautan sebuah kapal pasukan Aceh telah tiba. Meriam diletuskan, Lemang Batu yang telah  menjadi  peluru  meriam  tadi melayang lalu turun di  kapal pasukan  Aceh. Lemang Batu mengatakan, “Kalian datang ke sini, apakah dengan maksud baik atau dengan maksud jahat? Kalau jahat kita sama-sama hancur di kapal ini.” Pimpiman  pasukan Aceh menjawab, “Kami  datang dengan maksud baik, karena kami akan menemui sang putri.”

Mendengar keterangan yang demikian, pasukan Aceh dipersilahkan mendarat. Kemudian berdamailah mereka. Raden Alit akan tetap melangsungkan pernikahannya dengan tunangannya. Sedangkan anak Raja Aceh dijodohkan dengan saudara sepupu Raden Alit sendiri. Maka eratlah hubungan persahabatan antara Bengkulu dan Aceh.***

Editor: Doris Susama

Sumber: Buku Cerita Rakyat Daerah Bengkulu

Tags

Terkini

Terpopuler